syaiyam maskur
assalamu'alaikum smton
Senin, 24 Desember 2012
Rabu, 30 Mei 2012
Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegiatan Agribisnis
merupakan kegiatan yang berdampak positif terhadap perekonomian negara, tetapi disisi
lain kegiatan tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan seperti terjadinya
pencemaran dan menurunnya kualitas sumber daya alam. Penurunan produktifitas
lahan diakibatkan penggunaan lahan secara berlebihan atau terjadi salah
penggunaan lahan karena kurangnya pengetahuan petani, rendahnya modal yang
dimiliki petani dan adanya tuntutan dalam memenuhi kebutuhan hidup petani. Hal
tersebut terlihat dari banyaknya lahan yang terdegradasi seperti, lahan yang
tererosi, menurunnya tingkat kesuburan tanah, terakumulasinya senyawa- senyawa
beracun (toxic), atau terjadi pemadatan tanah dan bertambah luas lahan kritis
(Sitorus, 2001; Arsyad, 2000). Dengan demikian perlu dilakukan upaya pencegahan
agar luas lahan kritis tidak bertambah melalui pengolahan lahan.
Pengolahan
lahan yang baik adalah pengelolaan yang berdasarkan pada azas manfaat dan azas
kelestarian. Pengelolaan lahan dengan memperhatikan kedua azas tersebut akan
dapat melestarikan fungsi lahan, sehingga kegiatan usahatani dapat
berkelanjutan dan petani sebagai masyarakat tani dapat terus beraktivitas.
Pengelolaan lahan secara baik perlu dilakukan mulai dari perencanaan penggunaan
lahan sampai pada dampak dari kegiatan agribisnis terhadap lingkungan.
Dalam
pengelolaan lahan berkelanjutan seluruh aspek, baik aspek ekologis, aspek
ekonomi maupun aspek sosial perlu dipertimbangkan. Untuk itu dirancang model
pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan yang dapat melestarikan fungsi
lahan dan kegiatan agribisnis pada suatu daerah dapat dilakukan secara berkelanjutan
serta masyarakat tani dapat terus beraktivitas sebagai petani.
Pada
dasarnya prinsip pertanian yang berkelanjutan adalah mengelola lahan dengan
keseimbangan ekologi yang sehat, sesuai
dengan kemampuan lahan yang ada, dengan menggunakan teknologi dan
praktek-praktek bertani yang mempunyai dampak negatif yang sekecil mungkin
tetapi mampu mempertahankan ataupun meningkatkan tingkat produksi pertanian
yang menguntungkan (Commonwealth of Australia, 1992). Sehingga sistim pertanian
yang diusahakan tidaklah semata mata mengekploitasi sumber daya lahan yang ada
untuk dapat memperoleh produksi yang sebesar-besarnya.
B.
Rumusan
Masalah
Melihat rumusan
masalah diatas bahwa pengelolaan lahan yang baik merupakan pengelolaan yang
berdasarkan pada azas manfaat dan azas kelestarian. Pengelolaan lahan dengan
memperhatikan kedua azas tersebut akan dapat melestarikan fungsi lahan,
sehingga kegiatan usahatani dapat berkelanjutan dan petani sebagai masyarakat
tani dapat terus beraktivitas. Oleh karena itu,dalam makalah ini akan membahas
beberapa hal yang kaitannya dengan pengelolaan lahan yaitu :
1. Pembangunan
Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
3.
Model pengelolaan lahan
kering
C.
Tujuan
Tujuan penyususunan makalah ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui bentuk Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
3. Untuk
mengetahui Model pengelolaan lahan kering
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pembangunan
Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
1. Usahatani Lahan Kering
Indonesia
mempunyai asset nasional berupa pertanian lahan kering sekitar 111,4 juta ha
atau 58,5% dari luas seluruh daratan (Notohadiprawiro, 1989). Pertanian
lahan kering mempunyai kondisi fisik dan potensi lahan sangat beragam dengan
kondisi sosial ekonomi petani umumnya kurang mampu dengan sumberdaya lahan
pertanian terbatas. Selanjutnya Sudharto et al. (1995 dalam Syam et al. 1996) mengemukakan bahwa lahan kering merupakan
sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya, namun profil
usahatani pada agroekosistem ini sebahagian masih diwarnai oleh rendahnya
produksi yang berkaitan erat dengan rendahnya produktivitas lahan. Di
beberapa daerah telah terjadi degradasi lahan karena kurang cermatnya
pengelolaan konvensional dan menyebabkan petani tidak mampu meningkatkan
pendapatannya. Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka untuk menjamin
produksi pertanian yang cukup tinggi secara berkelanjutan diperlukan suatu
konsep yang aktual dan perencanaan yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya
lahan khususnya lahan kering.
Pengembangan
pertanian lahan kering di daerah hulu DAS, saat ini mendapat perhatian yang
cukup serius. Besarnya perhatian ini tidak hanya menyangkut keberlanjutan
usahatani di daerah tersebut tetapi juga dampak hidrologisnya di daerah hilir,
terutama pula adanya ketidak seimbangan pembangunan dan invenstasi antara lahan
kering di daerah hulu dan di daerah hilir.
Usahatani
lahan kering, dalam keadaan alamiah memiliki berbagai kondisi yang menghambat
pengembangannya antara lain; keterbatasan air, kesusburan tanah yang rendah,
peka terhadap erosi, topografi bergelombang sampai berbukit, produktivitas
lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang kurang memadai serta sulit dalam
memasarkan hasil (Haridjaja, 1990). Oleh karena itu, Sinukaban (1995)
menegaskan bahwa di dalam pengelolaan lahan tersebut hendaknya mencakup lima
unsur yaitu : (1) perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, (2)
tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) menyiapkan tanah dalam
keadaan olah yang baik, dan (4)
menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi tumbuhan.
2. Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dirancang secara sistematis
menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian
itu sangat poduktif secara terus menerus, dan merupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian
semacam ini akan menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan
memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara berkelanjutan, sehingga
mereka dapat merancang masa depannya sendiri. Disamping itu, juga harus
menghasilkan spektrum produksi yang luas sehingga dapat menyediakan bahan baku
berbagai agroindustri dan produk-produk eksport secara lestari.
Selanjutnya akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan
pendapatan yang cukup tinggi, dengan demikian daerah pertanian ini akan menjadi
penyerap hasil-hasil industri (Sinukaban, 1995).
Produksi pertanian yang cukup tinggi dapat dipertahankan secara terus menerus
apabila erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan. Hal ini
dapat dicapai, jika petani menerapkan sistem pertanian dan pengelolaannya
sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Dengan demikian
diperlukan penerapan teknologi berupa penerapan sistem usahatani konservasi
untuk membangun pertanian menjadi industri yang lestari berdasarkan
pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka
pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam
waktu yang tidak terbatas.
Untuk
itu menurut Sinukaban (1995), dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Produksi usahatani cukup tinggi sehingga
petani tetap bergairah melanjutkan usahanya
b.
Pendapatan petani yang cukup
tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan
usahataninya.
c.
Teknologi yang diterapkan baik
teknologi produksi maupun teknologi konservasi dapat diterima dengan senang
hati dan diterapkan sesuai kemampuan petani sendiri sehingga sistem usahatani
tersebut dapat diteruskan tanpa intervensi dari luar.
d.
Komoditi yang diusahakan cukup
beragam, sesuai kondisi biofisik, sosial dan ekonomi
e.
Erosi lebih kecil dari erosi
yang dapat ditoleransikan sehingga produksi yang tinggi tetap dapat
dipertahankan atau ditingkatkan dengan fungsi hidrologis tetap terpelihara
dengan baik.
f.
Sistem penguasaan/pemilikan
lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang dan menggairahkan petani
untuk tetap berusahatani.
Perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya adalah inventarisasi dan penilaian
keadaan, potensi sumberdaya dan faktor-faktor pembatas dari suatu daerah.
Dengan permasalahan yang lebih kompleks di dalam sistem usahatani lahan
kering maka teknologi yang diperlukan tidak dapat diperlakukan sama pada semua
tempat, melainkan dibutuhkan pendekatan yang lebih terencana sesuai kondisi
biofisik dan sosial ekonomi setempat. Aspek teknologi yang perlu
dipertimbangkan adalah teknologi konservasi tanah dan air
(ketersediaan teknologi dan tingkat adopsi) serta teknologi pemantauan kegiatan
pengelolaan lahan termasuk pengawasan terhadap perubahan penggunaan lahan.
Mengingat fungsi lahan yang demikian penting, maka berbagai upaya dilakukan
agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan lahan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman atau menghasilkan barang/jasa dapat menurun
akibat kerusakan tanah oleh berbagai proses antara lain : kehilangan unsur hara
dan bahan organik dari daerah perakaran, proses salinisasi, terakumulasi unsur
atau senyawa yang beracun bagi tanaman, penjenuhan tanah oleh air, dan
erosi. Oleh karena itu dalam pengelolaan pertanian lahan kering agar diperoleh
produksi yang tinggi dan berkelanjutan maka perlu dilakukan langkah-langkah
perencanaan sebagai berikut :
(1) Mengkaji kemampuan
lahan di wilayah DAS melalui studi klasifikasi kemampuan lahan; (2) Melakukan
prediksi erosi,
(3) Melakukan analisis
kelembagaan sosial ekonomi dan
(4) Melakukan evaluasi
penggunaan lahan.
3. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah suatu cara penilaian lahan
(komponen-komponen lahan) secara sistematik dan mengelompokkan ke dalam
beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari (Arsyad,
1989).
Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land
capability) yang dikembangkan oleh USDA (Klingebiel & Montgomery, 1973)
sampai saat ini masih digunakan di banyak negara. Dalam sistem ini
dikenal tiga kategori klasifikasi yaitu: kelas, subkelas, dan unit
pengelolaan. Penggolongan ke dalam tiga kategori tersebut berdasarkan
atas kemampuan lahan untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan
kerusakan dalam jangka panjang. Pada tingkat kelas kemampuan lahan
menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Tanah
dikelompokkan ke dalam kelas I - VIII, dimana semakin tinggi kelasnya
berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah besar.
Tanah kelas I - IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, dan kelas
V – VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat
tinggi untuk pengelolaannya.
Faktor-faktor
yang digunakan dalam kriteria klasifikasi meliputi : tekstur (t), lereng
permukaan (l), drainase (d), kedalaman efektif (k), keadaan erosi (e),
kerikil/batuan dan bahaya banjir (b). Kriteria intensitas faktor-faktor
tersebut disajikan pada tabel berikut :
Sumber : Arsyad (1989)
Keterangan :
(*)= Dapat mempunyai sebarang sifat faktor penghambat
(**)
= Tidak berlaku
(***)
= Umumnya terdapat di daerah miring beriklim panas
Model pengelolaan lahan kering berkelanjutan terbentuk dari empat
sub-model yang saling berinteraksi, yaitu sub-model sarana produksi, submodel
produksi, submodel pengolahan hasil dan submodel lingkungan. Pada submodel
produksi diterapkan teknologi konservasi tanah dan air yang meliputi,
penggunaan pupuk berimbang (penggunaan pupuk sesuai hara tanah dan kebutuhan
tanaman), pupuk kandang Sapi dengan dosis 5 ton ha, dan pola pergiliran
tanaman.
Simulasi model pengelolaan lahan
tepat guna mengajukan dua sekenario
yaitu, sekenario 1, menggunakan dosis pupuk berimbang pupuk kandang sapi, dan
pola tanam jagung-ubi kayu+ (Jagung-Kacang hijau-Mucuna prurirens) (benguk varietas putih) dan skenario ke 2
menggunakan dosis pupuk berimbang, pupuk kandang sapi, dan pola usaha tanaman
ternak, dengan pola tanam jagung – ubi kayu + jagung mucuna. Populasi jagung
pada musim tanam ketiga (MT-2) 67% dari populasi jagung monokultur (2 baris
tanaman jagung, 1 baris tanaman ubi kayu).
Hampir sebagian besar jagung yang
dihasilkan digunakan untuk bahan makanan manusia, terutama dalam bentuk tepung,
digiling atau dimasak seperti beras atau dicampur dengan beras. Persentase
kegunaan jagung di Indonesia adalah 71,7 persen untuk bahan makanan manusia,
15,5 persen untuk makanan ternak, 0,8 persen untuk industri, 0,1 persen untuk
diekspor dan 11,9 persen untuk kegunaan lain (Sudjana dkk.,1991).
Produksi jagung di Indonesia masih
relatif rendah dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung
terus meningkat. Menurut Subandi dkk. (1998), produksi jagung nasional belum
mampu mengimbangi permintaan yang sebagian dipacu oleh pengembangan industri
pakan dan pangan. Masih rendahnya produksi jagung ini disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain, seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik,
kesiapan dan ketrampilan petani jagung yang masih kurang, penyediaan sarana
produksi yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani jagung untuk
melaksanakan proses produksi sampai ke pemasaran hasil.
Jagung merupakan Salah satu komoditi
palawija yang memiliki peranan yang penting, karena merupakan sumber protein
dan kalori yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Nilai nutrisi jagung
hampir seimbang dengan beras dan dapat menggantikan beras sebagai bahan makanan
pokok.
Umumnya agribisnis jagung dilakukan
berskala kecil, karena masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani
jagung. Permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh petani jagung adalah
terbatasnya permodalan, manajemen usaha dan pemasaran hasil sehingga tidak
dapat melakukan usaha dengan volume usaha yang luas dan lebih intensif serta
pemasaran hasil dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi dan pendapatan petani jagung diantaranya adalah dengan system
kemitraan usaha dalam agribisnis jagung.
1. Prospek Agribisnis Jagung
Jagung memiliki potensi yang cukup
besar untuk diusahakan secara agribisnis, hal ini karena tanaman ini memiliki
prospek yang cerah untuk diusahakan baik dari aspek budidaya maupun dari aspek
peluang pasar. Dari aspek budidaya tanaman jagung tidak sulit untuk
dibudidayakan. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah. Yang
terpenting dan sangat berhubungan erat dengan hasil jagung adalah tersedianya
unsur hara NPK pada tanah tersebut. Untuk pertumbuhan yang lebih baik lagi,
tanaman jagung memerlukan tanah yang subur, gembur dan kaya humus (Sudjana
dkk., 1991). Demikian juga benih jagung telah banyak varietas-varietas unggul
yang dilepas. Menurut Rahmanto (1997), perkembangan daya hasil dari varietas-varietas
unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan sumbangan yang tidak
kecil terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional.
Dari aspek peluang pasar tanaman
jagung mempunyai prospek yang cerah untuk diusahakan, karena permintaan
konsumen dalam negeri dan peluang ekspor yang terus meningkat. Rukmana (1997)
mengemukakan bahwa prospek usahatani tanaman jagung cukup cerah bila dikelola
secara intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar dalam negeri
dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun,
baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Disamping itu juga
prospek pasar produksi jagung semakin baik, karena didukung oleh adanya
kesadaran gizi dan diversifikasi bahan makanan pada masyarakat. Demikian juga
untuk keperluan bahan baku industri rumah tangga seperti emping jagung, wingko
jagung dan produk jagung olahan lainnya dan untuk keperluan bahan baku pakan
ternak, serta untuk ekspor memerlukan produk jagung dalam jumlah yang besar.
Keadaan ini merupakan peluang pasar yang potensial bagi petani dalam
mengusahakan tanaman jagung. Dengan demikian peningkatan produksi jagung baik
kualitas maupun kuantitas sangat penting.
2. Sistem
Agribisnis Jagung
Secara konsepsional sistem agribisnis
jagung merupakan keseluruhan aktivitas yang saling berkaitan mulai dari
pembuatan dan pengadaan sarana produksi pertanian hingga pemasaran hasil
jagung, baik hasil usahatani maupun hasil olahannya. Menurut Sa’id dan Intan
(2001) sistem agribisnis terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran
dan lembaga penunjang.
Pada umumnya sistem agribisnis
jagung yang dilakukan oleh petani antara lain meliputi :
1. Subsistem
pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana produksi
pertanian ini diperoleh petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan
dalam bentuk kemitraan.
2.
Subsistem produksi dalam usahatani.
Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan benih jagung, penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3.
Subsistem pengolahan hasil panen.
Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani pada umumnya baru sampai pada
pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung (klobot), hal ini karena
petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk melakukan
pengolahan lanjutan. Untuk tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan
pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai
tambah yang besar biasanya berada pada tingkat ini.
4.
Subsistem pemasaran hasil. Pola
pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang beragam, diantaranya bagi petani
yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra biasanya pemasaran
jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang memfungsikan kelompok
tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung menjual produknya
ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut untuk
langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan
perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau
koperasi, perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5. Kelembagaan
pendukung agribisnis jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat petani dan
lembaga di luar petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan
koperasi, Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan,
perusahaan dan lain-lain.
C. Model Pengelolaan Lahan
Kering Berkelanjutan Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan lahan
kering di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu perlu memperhatikan konservasi
tanah dan air untuk mencegah penurunan produktivitas lahan akibat erosi oleh
air hujan (Suwardjo 1981). Di Indonesia yang memiliki iklim basah, pada umumnya
erosi terjadi karena air hujan (Sofijah dan Suwardjo 1979). Sehubungan dengan
itu, penanganan lahan kering di DAS Brantas dan Jratunseluna bagian hulu
dilakukan dengan usaha tani konservasi yang mengkombinasikan teknik konservasi
secara mekanik dan vegetatif dalam suatu pola usaha tani terpadu (Proyek
Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air 1990). Sasarannya adalah
meningkatkan produktivitas usaha tani dan pendapatan petani, menurunkan laju
erosi, serta meningkatkan partisipasi petani dalam pelestarian sumber daya
tanah dan air. Empat model usaha tani konservasi yang diuji yaitu:
Model A: Sistem usaha tani yang
dilakukan oleh petani sebagai pembanding.
Model B: Sistem usaha tani
konservasi teras bangku, ditanami tanaman pangan dan tahunan pada bidang olah,
rumput pakan pada bibir dan tampingan teras, serta melibatkan ternak.
Model C: Sistem usaha tani
konservasi teras gulud, ditanami tanaman pangan dan tanaman tahunan pada bidang
olah, rumput dan leguminosa pohon pada guludan, dan ternak.
Model D: Sistem usaha tani
konservasi teras individu, ditanami tanaman tahunan, rumput, dan leguminosa
pohon, serta ternak.
Kesesuaian
ketiga model usaha tani introduksi (B,C,D) didasarkan pada kemiringan lahan,
kedalaman tanah, kepekaan terhadap erosi, dan pola usaha tani. Model B dan C
diarahkan untuk memperbaiki usaha tani di tegalan, atau kemiringan lahan
15−45%, sedangkan model D untuk memulihkan lahan per- bukitan yang tandus
dengan kemiringan lahan lebih besar dari 45% .
Dua model
introduksi (B dan C) menghasilkan produktivitas usaha tani lebih tinggi
dibanding model petani (model A). Pada model B dan C, hasil panen selain
diperoleh dari tanaman pangan juga dari tanaman tahunan dan pakan ternak,
sehingga secara kumulatif memberikan nilai produksi dan pendapatan bersih lebih
tinggi. Pada usaha tani model D, hasil panen lebih mengandalkan pada tanaman
tahunan (buah-buahan dan kayu-kayuan), sehingga selama tanaman tersebut belum
menghasilkan, tingkat produktivitas usaha taninya masih rendah, bahkan lebih
rendah dibandingkan dengan model petani.
Setelah tahun
ketiga, pendapatan usaha tani dari model B dan C semakin meningkat dan stabil,
sedangkan pada model petani relatif tetap. Sebaliknya pendapatan bersih model D
setiap tahun berfluktuasi, karena hasil panen masih bergantung pada tanaman
kayu-kayuan dan ternak kambing.
Batas ambang
laju erosi setiap model usaha tani konservasi sebesar 10,60 t/ha/ tahun untuk
model A, 10,50 t/ha/tahun untuk model B, 8,40 t/ha/tahun untuk model C, dan
5,20 t/ha/tahun untuk model D (Tim Survei Tanah DAS Brantas 1988). Sembiring et
al. (1991) mengemuka- kan bahwa penurunan erosi sampai pada ambang laju erosi
terjadi pada dua model introduksi, yaitu model B sebesar 3,20 t/ha/tahun pada
1990/91 dan model C yang mencapai 6,40 t/ ha/tahun pada 1990/91. Pada dua model
lainnya (A dan D), erosi telah menurun tetapi masih di atas ambang laju erosi,
yaitu berturut- turut 20,20 dan 11,40 t/ha/tahun. Penurunan erosi ini diduga
karena kondisi teras yang semakin mantap, tanaman penguat teras dan tanaman
tahunan sudah berkembang, serta pengelolaan tanaman dan lahan yang semakin
baik. Ini terlihat dari nilai crops practice (CP) yang semakin kecil.
Tanaman tahunan
mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendapatan petani lahan kering di
DAS. Setiap tingkat kelerengan, tebal solum dan kepekaan tanah terhadap erosi
membutuhkan keberadaan tanaman tahunan dengan proporsi 25–100% (Proyek
Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air 1987).
Namun, petani
umumnya kurang menyadari manfaat tanaman tersebut sehingga motivasi mereka
untuk me- ngembangkan tanaman tahunan relatif kecil. Sebagai contoh, di Desa
Sumber- kembar dan Srimulyo (DAS Brantas), tanaman tahunan yang ditanam kurang
mendapat perawatan sehingga banyak yang mati (Proyek Penelitian Penyelamat- an
Hutan, Tanah, dan Air 1988). Sehubungan dengan hal tersebut, teknologi yang
diteliti di lahan kering DAS merupakan teknologi usaha tani konservasi yang
dikembangkan dari hasil- hasil penelitian verifikasi teknologi, yang terdiri
atas komponen teknologi ternak dan pakan, tanaman tahunan/hortikultura,
konservasi tanah, dan tanaman pangan. Dalam pelaksanaannya dilakukan per-
baikan secara bertahap menuju sistem usaha tani dengan produktivitas yang
stabil dan lestari dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan kemampuan petani.
Konservasi tanah diarahkan pada penutupan lahan oleh vegetasi (konservasi
vegetatif) dengan penanaman rumput di bibir dan tampingan teras, pertanaman
lorong, dan tumpang sari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lahan merupakan
suatu wilayah dipermukaan bumi yang mencakup semua komponen biosfer yang ada
dibumi. Komponen- komponen tersebut telah terorganisir secara spesifik dan
perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang
sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perencanaan
Penggunaan lahan harus memperhatikan inventarisasi dan penilaian
keadaan, potensi sumberdaya dan faktor-faktor pembatas dari suatu daerah. Dengan permasalahan yang lebih kompleks di dalam sistem usahatani
lahan kering maka teknologi yang diperlukan tidak dapat diperlakukan sama pada
semua tempat, melainkan dibutuhkan pendekatan yang lebih terencana sesuai
kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat.
Pengelolaan
lahan kering berkelanjutan dapat di lakukan dengan merencanakan penggunaan
lahan sesuai dengan kemampuannya, melakukan tindakan-tindakan khusus konservasi
tanah dan air, menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, dan menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang
bagi tumbuhan. Dengan melakukan hal tersebut tentu akan menghasilkan tanah yang
memiliki produktivitas yang cukup tinggi
dan dapat dipertahankan secara terus menerus apabila erosi lebih kecil
dari erosi yang dapat ditoleransikan. Hal ini dapat dicapai, jika petani
menerapkan sistem pertanian dan pengelolaannya sesuai dengan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air. Dengan
demikian diperlukan penerapan teknologi berupa penerapan sistem usahatani
konservasi untuk membangun pertanian menjadi industri yang berdasarkan pada
pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka
pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam
waktu yang tidak terbatas.
Model
Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan pada sistem agribisnis Jagung yang
dilakukan oleh petani antara lain :
1.
Subsistem pembuatan, pengadaan dan
penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian ini diperoleh
petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan dalam bentuk kemitraan.
2.
Subsistem produksi dalam usahatani.
Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan benih jagung, penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3.
Subsistem pengolahan hasil panen.
Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani pada umumnya baru sampai pada
pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung (klobot), hal ini karena
petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk melakukan
pengolahan lanjutan. Untuk tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan
pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai
tambah yang besar biasanya berada pada tingkat ini.
4.
Subsistem pemasaran hasil. Pola
pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang beragam, diantaranya bagi petani
yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra biasanya pemasaran
jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang memfungsikan kelompok
tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung menjual produknya
ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut untuk
langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan
perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau
koperasi, perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5.
Kelembagaan pendukung agribisnis
jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat petani dan lembaga di luar
petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan koperasi,
Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan dan
lain-lain.
B.
Saran
Untuk melakukan
pengolahan lahan kering berkelanjutan para petani harus memperhatikan kondisi
tanah/lahan yang menghambat pengembangannya. Hal yang perlu diperhatikan oleh
petani lahan kering antara lain; keterbatasan atau ketersediaan air, kesusburan
tanah yang rendah, kepekaan terhadap erosi, topografi lahan yang bergelombang
sampai berbukit, produktivitas lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang
kurang memadai serta sulit dalam memasarkan hasil.
makalah lahan kering
MAKALAH
LAHAN KERING
Oleh
Nama : syaiyam maskur
Nim : 10914A0091
Geografi VI F
Fakultas
keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas
muhammadiyah mataram
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat san
karunianyalah kami dapat menyelesaikan makalah lahan kering yang berjudul
kesesuaian lahan . shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan
alam Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang
telah membimbing kami, meski makalah kami jauh dari kesempurnaan , karena tak
ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
amiiiinn..
Mataram
13 Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesesuaian
lahan untuk tanaman mangga .............................................. 3
B. Kekesuaian
lahan untuk tanaman kedelai............................................... 9
C. Kesesuaian
lahan untuk tanaman jagung............................................... 15
D. Kesesuaian
lahan untuk tanaman kelapa............................................... 23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
........................................................................................... 29
B. Saran ..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Masalah lingkungan yang dihadapi dewasa ini pada dasrnya
adalah masalah pengolahan tanaman yang tidak sesuai dengan lahan dan produksi
yang didapatkan. Masalah itu timbul karena perubahan kondisi iklim yang
menyebabkanlahan itu kurang sesuai lagi untuk mendukung kesuburan tanah. Jika
hal ini tidak segera diatasi pada akhirnya berdampak kepada terganggunya
kesejahteraan para petani
Kerusakan lahan yang terjadi dikarenakan kondisi cuaca yang ekstrim pada
umumnyamenyebabkan terjadinya degradasi bagi lahan. Kerusakan lahan ini telah
mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi dari lahan yang menyebabkan
tetumbuhan menjadi menurun atau kurang mengalami pertumbuhan dengan baik
Masalah lahan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu saling terkait erat.
Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah
faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang
berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat
kumulatif. Masalah lahan yang saling terkait erat antara lain adalah populasi
manusia yang berlebih, polusi, penurunan jumlah sumberdaya, perubahan
lingkungan global dan kondisi cuaca ekstrim
Makalah ini berusaha menguraikan masalah pengelolaan lahan kering dengan
kesesuaian tanaman.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan dibahas tentang kesesuaian
lahan untuk tanaman
C.
Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk memberikan solusi untuk para petani agar bisa memanfaatkan
lahan yang dimiliki untuk menanam tanaman dengan cara teratur agar petani
memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
Produksi
mangga pada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar, khususnya pasar
luar negeri. Ketidakmampuan ini bukan hanya disebabkan produktivitas rendah
tetapi juga kualitasnya masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh penerapan
teknologi budidaya yang belum optimal.
a.Agroekologi
Tanaman mangga tumbuh baik pada ketinggian 50-300 m dpl pada lapisan tanah tebal dan struktur tanah remah dan berbutir-butir.
Tanaman mangga tumbuh baik pada ketinggian 50-300 m dpl pada lapisan tanah tebal dan struktur tanah remah dan berbutir-butir.
b.Varietas
Varietas yang bernilai jual tinggi antara lain Gadung 21 atau Arumanis 143. Varietas lainnya adalah Manalagi 69, Lalijiwo, Chokanan dan Golek 31.
Varietas yang bernilai jual tinggi antara lain Gadung 21 atau Arumanis 143. Varietas lainnya adalah Manalagi 69, Lalijiwo, Chokanan dan Golek 31.
c.Persiapan Lahan
Lubang
tanam dibuat 1-2 bulan sebelum tanam,ukuran 1 m x 1m x 1 m dan jarak tanam 6 m
x 8 m. Dua minggu sebelum pelaksanaan tanam, tanah galian dimasukkan kembali ke
dalam lubang tanam dengan campur pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Akan
lebih optimal siram Supernasa (0,5 sdm /+5 liter air/pohon).
d.Penanaman
Penanaman
di awal musim hujan. Sebelum bibit ditanam kantong plastik dilepas. Kedalaman
tanam + 15-20 cm diatas leher akar dan tanah disekitar tanaman ditekan ke arah
tanaman agar tidak roboh. Tanaman diberi naungan dengan posisi miring ke barat
dan selanjutnya dikurangi sedikit demi sedikit.
e.Pemupukan
Pupuk
Kandang (PK) diberikan 1 kali pada awal musim hujan. Caranya dibenamkan
disekitar pohon selebar tajuk tanaman atau menggali lubang pada sisi tanaman.
Mangga umur 1 - 5 tahun diberi 30 kg PK, umur 6 - 15 tahun diberi 60 kg PK.
Akan lebih optimal jika ditambahkan ~ ~ SUPERNASA atau jika pupuk kandang sulit
dapat digunakan SUPERNASA dengan dosis :
-
Alternatif 1 : 0,5 sendok makan/ 5 lt
air per tanaman.
- Alternatif 2 : 1 botol SUPER NASA
encerkan dalam 2 lt (2000 ml) air jadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 lt
air diberi 20 ml larutan induk tadi untuk menyiram per pohon.
-
Pemberian SUPERNASA selanjutnya dapat diberikan setiap 3 - 4 bulan sekali.
-
Penyemprotan POC NASA (4-5 ttp/tangki) atau lebih optimal POC NASA (3-4 ttp) - HORMONIK
(1 ttp ) per tangki setiap 1 - 3 bulan sekali.
- Pupuk NPK 2 kali setahun di awal
(Nopember - Desember), akhir musim hujan (April - Mei) dosis sbb:
Umur
(th)
|
PK
(kg) |
Dosis
Pupuk Makro (KG/Pohon)
|
||
ZA
|
TSP
|
KCl
|
||
1
– 3
|
20
– 30
|
0.5
– 1
|
0.25-0.5
|
0.25-0.5
|
4
- 6
|
30
– 40
|
1
– 2
|
0.5
– 1
|
0.5
– 1
|
7
– 10
|
50
– 60
|
2
– 3
|
1
– 1.5
|
1
– 1.5
|
>
10
|
50
– 60
|
3
– 4
|
1.5
– 2
|
1.5
– 2
|
f.Pemangkasan
Pangkas
Bentuk (3 tahap) :Tahap I: umur 1 tahun setelah tanam pada musim hujan dengan
memotong batang setinggi 50-60 cm dari permukaan tanah dan pemotongan di atas
bidang sambungan. Dari cabang yang tumbuh dipelihara 3 cabang yang arahnya
menyebar. Tahap II: pemangkasan dilakukan pada ketiga cabang yang tumbuh
tersebut setelah berumur 2 tahun, caranya menyisakan 1-2 ruas/pupus. Tunas yang
tumbuh pada masing-masing cabang dipelihara 3 tunas. Jika lebih dibuang.
Tahapan pemangkasan tersebut akan diperoleh pohon dengan rumus cabang 1- 3 - 9.
Tahap III : umur 3 tahun, cara sama seperti tahap II, tetapi tunas yang tumbuh
dipelihara semua untuk produksi.
g.Pangkas
Produksi
Pemangkasan
ini untuk memelihara tanaman dengan memotong cabang mati / kering, cabang yang
tumbuh ke dalam dan ke bawah serta cabang air yaitu cabang muda yang tidak akan
menghasilkan buah. Pemangkasan produksi dilaksanakan segera setelah panen.
h.Pendangiran
Dilakukan
2 kali dalam setahun pada awal dan akhir musim hujan, dengan membalik tanah
(pembumbunan) di sekitar kaca tanaman agar patogen yang ada dalam tanah mati.
i.Mulching (Mulsa)
Pemberian
mulsa di akhir musim hujan, menggunakan jerami / sisa-sisa bekas pangkasan /
tanaman sela.
j.Pengendalian
Gulma
Pengendalian
gulma dilakukan minimal 3 kali setahun.
k.Induksi Bunga
Untuk
merangsang pembungaan digunakan Pupuk Organik Padat super nasa dengan dosis 1-2
sendok/pohon dicampur 10 liter air disiramkan secara merata di bawah kanopi
pohon setelah pupus kedua ( Februari-Maret) dan disemprot Poc Nasa (3-4
ttp/tangki) + Hormonik (1 ttp) per tangki.
l.Pengelolaan
Bunga Dan Buah
Pengelolaan
bunga dan buah dilakukan 4 kali, pada saat bud break, bud elongation, mango
size (kacang hijau) dan marble size (jagung). Pupuk yang digunakan :
1.
Monokalsium Phospat ( MKP ) diberikan sebelum muncul tunas baru atau bud break
dan pada saat bud break atau bud elongation (dosis 2,5 gr/liter).
2.
POC NASA diberikan saat bud break, bud elongation, (dosis 4-5 tutup/tangki).
3.
POC NASA (3-4 ttp) + HORMONIK (1 ttp) per tangki diberikan pada saat mango size
dan marble size.
m.Hama Dan
Penyakit
a.
Tip Borer, Clumetia transversa
Ulat
ini menggerek pucuk yang masih muda (flush) dan malai bunga dengan
mengebor/menggerek tunas atau malai menuju ke bawah. Tunas daun atau malai
bunga menjadi layu, kering akibatnya rusak dan transportasi unsur hara terhenti
kemudian mati. Pengendalian; cabang tunas terinfeksi dipotong lalu dibakar,
pendangiran untuk mematikan pupa, penyemprotan dengan PESTONA.
b. Thrips ( Scirtothrips dorsalis )
b. Thrips ( Scirtothrips dorsalis )
Hama
ini sering disebut thrips bergaris merah karena pada segment perut yang pertama
terdapat suatu garis merah. Hama ini selain menyerang daun muda juga bunga
dengan menusuk dan menghisap cairan dari epidermis daun dan buah. Tempat
tusukan bisa menjadi sumber penyakit. Daun kelihatan seperti terbakar, warna
coklat dan menggelinting. Apabila bunga diketok-ketok dengan tangan dan
dibawahnya ditaruh alas dengan kertas putih akan terlihat banyak thrips yang
jatuh. Pengendalian : tunas muda terserang dipotong lalu dibakar, tangkap
dengan perangkap warna kuning, pemangkasan teratur, penyemprotan dengan BVR
atau PESTONA
c. Ulat Phylotroctis sp.
c. Ulat Phylotroctis sp.
Warna
sedikit coklat (beda dengan Clumetia sp. yang warnanya hijau) sering menggerek
pangkal calon malai bunga. Telur Phyloctroctis sp. menetas dan dewasa menyerang
tangkai buah muda (pentil). Buah muda gugur karena lapisan absisi pada tangkai
buah bernanah kehitaman. Aktif pada malam hari. Pengendalian dengan Pestona.
d. Seed Borer, Noorda albizonalis
d. Seed Borer, Noorda albizonalis
Hama
ini menggerek buah pada bagian ujung atau tengah dan umumnya meninggalkan bekas
kotoran dan sering menyebabkan buah pecah. Ulat ini langsung menggerek biji
buah akibatnya buah busuk dan jatuh. Berbeda dengan Black Borer yang menggerek
buah pada bagian pangkal buah. Lubang gerekan dapat sebagai sumber penyakit.
Pengendalian : pembungkusan buah, kumpulkan buah terserang lalu dibakar,
semprot dengan Pestona.
e.
Wereng mangga ( Idiocerus sp.)
Serangan
terjadi saat malai bunga stadia bud elongation. Nimfa dan wereng dewasa
menyerang secara bersamaan dengan menghisap cairan pada bunga, sehingga kering,
penyerbukan dan pembentukan buah terganggu kemudian mati. Serangan parah
terjadi jika didukung cuaca panas yang lembab. Hama ini dapat mengundang tumbuh
dan berkembangnya penyakit embun jelaga (sooty mold) dengan dikeluarkan embun
madu dari wereng yang dapat menyebabkan phytotoxic pada tunas, daun dan bunga.
Pengendalian : pengasapan, penyemprotan BVR/PESTONA sebelum bunga mekar/pada
sore hari.
f.
Lalat Buah (Bractocera dorsalis)
Buah
yang terserang mula-mula tampak titik hitam, di sekitar titik menjadi kuning,
buah busuk serta terjadi perkembangan larva. Bersifat agravator yaitu
memungkinkan serangan hama sekunder (Drosophilla sp.), jamur dan bakteri.
Pengendalian : pembungkusan buah , pemasangan perangkap lalat buah.
g.
Penyakit Antraknose (Colletotrichum sp.)
Terjadi
bintik-bintik hitam pada flush, daun, malai dan buah. Serangan menghebat jika
terlalu lembab, banyak awan, hujan waktu masa berbunga dan waktu malam hari
timbul embun yang banyak. Apabila bunganya terserang maka seluruh panenan akan
gagal karena bunga menjadi rontok. Pengendalian : pemangkasan, penanaman jangan
terlalu rapat, bagian tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
h. Penyakit Recife, Diplodia recifensis
h. Penyakit Recife, Diplodia recifensis
Penyakit
ini disebut juga Blendok, vektor penyakit ini adalah kumbang Xyleborus affinis.
Kumbang ini membuat terowongan di batang/cabang kemudian dan cendawan Diplodia
masuk ke dalam terowongan. Di luar tempat kumbang menggerek akan keluar blendok
(getah). Penyakit mangga lainnya seperti embun jelaga (jamur Meliola
mangiferae), kudis/scab (Elsinoe mangiferae), bercak karat merah (ganggang
Cephaleuros sp).Catatan : Jika Pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida
alami belum mengatasi, dapat digunakan pestisida kimia sesuai anjuran. Agar
penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan
Perekat Perata Aero 810 dosis + 5 ml (0,5 tutup) per tangki. Penyemprotan
herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat
Perata Aero 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki
n.Panen Dan Pasca
Panen
Panen
dilakukan pada umur + 97 hari setelah bunga mekar, buah berbedak, dan pada jam
09.00 - 16.00 WIB dengan menyisakan tangkai buah sekitar 0,5 - 1 cm.
Ketergantungan
terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya kita mampu
mencukupinya sendiri. Ini karena produktivitas rendah dan semakin meningkatnya
kebutuhan kedelai.
Tanaman
dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi
(tata udara) tanah cukup baik, curah hujan 100-400 mm/bulan, suhu udara 230C -
300C, kelembaban 60% - 70%, pH tanah 5,8 - 7 dan ketinggian kurang dari 600 m
dpl.
b. Pengolahan
Tanah
-
Tanah dibajak, digaru dan diratakan
-
Sisa-sisa gulma dibenamkan
-
Buat saluran air dengan jarak sekitar 3-4 m
-
Tanah dikeringanginkan tiga minggu baru ditanami
-
Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan
dengan dosis ± 1 botol (500 cc) POC NASA diencerkan dengan air secukupnya untuk
setiap 1000 m² (10 botol/ha). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA,
cara penggunaannya sebagai berikut:
-
Alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan
larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk
menyiram bedengan.
-
Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPER NASA
untuk menyiram 5-10 meter bedengan.
c.Penanaman
- Rendam benih dalam POC NASA dosis 2 cc/liter selama 0,5 jam dan dicampur Legin (Rhizobium ) untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai
- Rendam benih dalam POC NASA dosis 2 cc/liter selama 0,5 jam dan dicampur Legin (Rhizobium ) untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai
-
Buat jarak tanam antar tugalan berukuran 30 x 20 cm, 25 x 25 cm atau 20 x 20 cm
-
Buat lubang tugal sedalam 5 cm dan masukkan biji 2-3 per lubang
-
Tutup benih dengan tanah gembur dan tanpa dipadatkan
-
Waktu tanam yang baik akhir musim hujan
d.Penjarangan
& Penyulaman
Kedelai
mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari, benih yang tidak tumbuh diganti atau
disulam dengan benih baru yang akan lebih baik jika dicampur Legin. Penyulaman
sebaiknya sore hari.
e.Penyiangan
Penyiangan
pertama umur 2-3 minggu, ke-2 pada saat tanaman selesai berbunga (sekitar 6
minggu setelah tanam). Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan
ke-2.
f.Pembubunan
Pembubunan
dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran
tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.
g.Pemupukan
Contoh jenis dan dosis pupuk sebagai berikut :
Contoh jenis dan dosis pupuk sebagai berikut :
Waktu |
Dosis Pupuk Makro (per ha) |
||
Urea (kg) |
SP-36 (kg) |
KCl (kg) |
|
2Minggu Setelah Tanam |
50 |
40 |
20 |
6Minggu Setelah Tanam |
30 |
20 |
40 |
Total |
80 kg |
60 kg |
60 kg |
POC
NASA diberikan 2 minggu sekali semenjak tanaman berumur 2 minggu, dengan cara
disemprotkan (4-8 tutup POC NASA/tangki). Kebutuhan total POC NASA untuk
pemeliharaan 1-2 botol per 1000 m2 (10 - 20 botol/ha). Akan lebih bagus jika
penggunaan POC NASA ditambahkan HORMONIK (3-4 tutup POC NASA+1 tutup
HORMONIK/tangki). Pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan penyemprotan,
karena dapat mengganggu penyerbukan, akan lebih aman jika disiramkan.
h.Pengairan
Dan Penyiraman
Kedelai
menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini
dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen,
tanah sebaiknya dalam keadaan kering.
i.Pengelolaan
Hama Dan Penyakit
1.
Aphis glycine
Kutu
ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus). Menyerang pada
awal pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong. Gejala: layu,
pertumbuhannya terhambat. Pengendalian: (1) Jangan tanam tanaman inang seperti:
terung-terungan, kapas-kapasan atau kacang-kacangan; (2) buang bagian tanaman
terserang dan bakar, (3) gunakan musuh alami (predator maupun parasit); (4)
semprot Natural BVR atau PESTONA dilakukan pada permukaan daun bagian bawah.
2.
Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa)
Bertubuh
kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Gejala: larva dan
kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh tanaman. Pengendalian:
penyemprotan PESTONA
3.
Ulat polong (Ettiela zinchenella)
Gejala:
pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar
berubah warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.
Pengendalian : (1) tanam tepat waktu.
4.
Kepik polong (Riptortis lincearis) Gejala: polong bercak-bercak hitam dan
menjadi hampa.
5.
Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)
Menyerang
tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian : Saat benih ditanam, tanah diberi
POC NASA, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu
minggu setelah benih menjadi kecambah dilakukan penyemprotan dengan PESTONA.
Penyemprotan diulangi pada waktu kedelai berumur 1 bulan.
6.
Kepik hijau (Nezara viridula)
Pagi
hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong, memakan
polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6
bulan. Gejala: polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit
polong berbintik coklat.
7.
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala
: kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan berpencar
mencari rumpun lain. Pengendalian : (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan
pada sore/malam hari (saat ulat menyerang tanaman) beberapa Natural VITURA.
8.
Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp.)
Gejala
: layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat.
Pengendalian : Varietas tahan layu, sanitasi kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian : Pemberian Natural GLIO
Pengendalian : Pemberian Natural GLIO
9.
Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium Rolfsii)
Penyakit
ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan tanaman berjarak
tanam pendek. Gejala : daun sedikit demi sedikit layu, menguning. Penularan
melalui tanah dan irigasi. Pengendalian; tanam varietas tahan dan tebarkan
Natural GLIO di awal
10.
Anthracnose (Colletotrichum glycine )
Gejala:
daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah
rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi polong tua
menjadi kerdil. Pengendalian : (1) perhatikan pola pergiliran tanam yang tepat;
(2) Pencegahan di awal dengan Natural GLIO
11.Penyakit
karat (Cendawan Phakospora phachyrizi)
Gejala:
daun tampak bercak dan bintik coklat. Pengendalian: (1) cara menanam kedelai
yang tahan terhadap penyakit; (2) semprotkan Natural GLIO + gula pasir
12.
Busuk batang (Cendawan Phytium Sp)
Gejala
: batang menguning kecoklat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati.
Pengendalian : (1) memperbaiki drainase lahan; (2) Tebarkan Natural GLIO di
awal
j.Panen
Dan Pasca Panen
-
Lakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena
serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau
menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua,
batang berwarna kuning agak coklat dan gundul.
-
Perlu diperhatikan, kedelai sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75 - 100
hari, sedangkan untuk benih umur 100 - 110 hari, agar kemasakan biji betul-betul
sempurna dan merata.
-
Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur.
-
Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau
disimpan.
Di
Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat
produksi belum optimal.
a.Syarat
Pertumbuhan
Curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan
pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan
atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang
ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak
optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan
tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi
optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan
tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %,
sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl
dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl
b.Pedoman
Teknis Budidaya
A.
Syarat benih
Benih
sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda).
Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih
ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
B.
Pengolahan Lahan
Lahan
dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak
dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah
dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian
diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar
saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang
drainasenya jelek.Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300
kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan
sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur
dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
C.
Pemupukan
Waktu |
Dosis Pupuk Makro (per ha) |
Dosis POC NASA |
||
Urea (kg) |
TSP (kg) |
KCl (kg) |
||
Perendaman benih |
-
|
-
|
-
|
2 - 4 cc/ lt air |
Pupuk dasar |
120
|
80
|
25
|
20 - 40 tutup/tangki ( siram merata ) |
2 minggu |
-
|
-
|
-
|
4 - 8 tutup/tangki ( semprot/siram) |
Susulan I (3 minggu) |
115
|
-
|
55
|
- |
4 minggu |
-
|
-
|
-
|
4 - 8 tutup/tangki ( semprot/siram ) |
Susulan II (6minggu) |
115
|
-
|
-
|
4 - 8 tutup/tangki ( semprot/siram ) |
Catatan: Akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif
1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk).
Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram
bedengan.
- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan
- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan
D.
Teknik Penanaman
1.
Penentuan Pola Tanaman
Beberapa
pola tanam yang biasa diterapkan :
a.
Tumpang sari ( intercropping ), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman
(umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan
kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b.
Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang
tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c.
Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ): pola tanam dengan menyisipkan satu
atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang
bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah,
waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d.
Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) : penanaman terdiri beberapa tanaman
dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi
satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh:
tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2.
Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang
tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih.
Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya
jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman,
jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari,
jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang).
E.
Pengelolaan Tanaman
1.
Penjarangan dan Penyulaman Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong
dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan
tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman
lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih
yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan
jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
2.
Penyiangan Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung
yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan
jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum
cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3.
Pembumbunan Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh
posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan
di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6
minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri
barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman.
Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
4.
Pengairan dan Penyiraman Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman
secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman
tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar
sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman
jagung.
F.
Hama dan Penyakit
1.
Hama
a.
Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Gejala: daun berubah warna menjadi
kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman
menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat
bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan
bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang
lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman.
(2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun.
(4) semprot dengan PESTONA.
b.
Ulat Pemotong Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah,
ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda
roboh. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera
litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah
jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran
tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam
tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.
2.
Penyakit
a.
Penyakit bulai (Downy mildew) Penyebab: cendawan Peronosclerospora
maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270
C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing,
kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun
terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami gangguan
pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah
bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada
daun tua. Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2)
pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut
tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO
b.
Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Penyebab: cendawan Helminthosporium
turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning
dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun
hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna
menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya
seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman.
(2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO
c.
Penyakit karat (Rust) Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan
P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik
noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna
kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendalian:
(1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3)
sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
d.
Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut) Penyebab: cendawan Ustilago
maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC.
Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi
pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan
pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2)
memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO
dan POC NASA .
e.
Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Penyebab: cendawan Fusarium atau
Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw),
Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol,
biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah
menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas
tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) GLIO di
awal tanam.
Catatan
: Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan
pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan
Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
G.
Panen dan Pasca Panen
1.
Ciri dan Umur Panen Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur
(jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol
1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras
jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis.
2.
Cara Panen Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.
3. Pengupasan Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai, agar kadar air dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.
3. Pengupasan Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai, agar kadar air dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.
4.
Pengeringan Pengeringan jagung dengan sinar matahari (+7-8 hari) hingga kadar
air + 9% -11 % atau dengan mesin pengering.
5.
Pemipilan Setelah kering dipipil dengan tangan atau alat pemipil jagung.
6. Penyortiran dan Penggolongan Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki (sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran untuk menghindari serangan jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan kualitas panenan.
6. Penyortiran dan Penggolongan Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki (sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran untuk menghindari serangan jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan kualitas panenan.
Menurunnya
minat petani untuk membudidayakan komoditi kelapa sebenarnya merugikan secara
nasional, karena tanaman kelapa mempunyai kesesuaian syarat tumbuh hampir di
seluruh wilayah Indonesia.
-
Tanah yang ideal untuk penanaman kelapa adalah tanah berpasir , berabu gunung,
dan tanah berliat. dengan pH tanah 5,2 hingga 8 dan mempunyai struktur remah
sehingga perakaran dapat berkembang dengan baik.
-
Sinar matahari banyak minimal 120 jam perbulan , jika kurang dari itu produksi
buah akan rendah.
-
Suhu yang paling cocok adalah 27ºC dengan variasi rata-rata 5-7 º C, suhu
kurang dari 20º C tanaman kurang produktif.
-
Curah hujan yang baik 1300-2300 mm/th. Kekeringan panjang menyebabkan produksi
berkurang 50% , sedangkan kelembapan tinggi menyebabkan serangan penyakit jamur.
-
Angin yang terlalu kencang terkadang merugikan tanaman yang terlalu tinggi
terutama varietas dalam.
b.Pengolahan
Lahan
Pengolahan
tanah yang diperlukan adalah pembuatan lobang tanam dengan ukuran 0,9m x 0,9m x
0,9m dengan penambahan pupuk kandang dan humus. Jarak tanam yang baik untuk
jenis dalam yaitu 9 x 10 m dan jenis genjah 6 x 6 m.
c.Pembibitan
- Pilih buah yang bagus dan tua, rendam dengan larutan air + HORMONIK dengan dosis 1 tutup per l0 liter air selama 2 minggu, kemudian semaikan bibit di bedengan dan kedalaman sama dengan buah kelapa , timbun buah kelapa dengan letak horizontal dengan tebal timbunan 2/3 buah. Jarak antar bibit 25cm x 25 cm dan bibit akan berkecambah setelah 12-16 minggu, jika lebih dari 5 bulan tidak berkecambah dianggap mati/ bibit jelek. Rawat bibit di bedengan hingga umur 30 minggu atau berdaun 3 lembar. Lakukan penyiraman bila tanah kurang air.
- Pilih buah yang bagus dan tua, rendam dengan larutan air + HORMONIK dengan dosis 1 tutup per l0 liter air selama 2 minggu, kemudian semaikan bibit di bedengan dan kedalaman sama dengan buah kelapa , timbun buah kelapa dengan letak horizontal dengan tebal timbunan 2/3 buah. Jarak antar bibit 25cm x 25 cm dan bibit akan berkecambah setelah 12-16 minggu, jika lebih dari 5 bulan tidak berkecambah dianggap mati/ bibit jelek. Rawat bibit di bedengan hingga umur 30 minggu atau berdaun 3 lembar. Lakukan penyiraman bila tanah kurang air.
-
Bibit dipelihara dengan pemberian pupuk POC NASA hingga umur bibit kurang lebih
9 bulan dengan dosis 1-2 cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali.
Jangan mengabaikan tindakan preventif perlindungan tanaman dari gangguan ternak
atau dengan memasang pagar kayu.
Lakukan
pemupukan sesuai dengan rekomendasi atau dengan mengacu pada tabel pemupukan
berikut :
Umur
Bibit (bulan)
|
Kebutuhan
Pupuk (gr/tanman)
|
|||
N
(Urea/ZA)
|
P
(TSP)
|
K
(KCl/MOP)
|
Mg
(Kies)
|
|
1
|
5/10
|
50
|
75
|
100
|
2
|
5/10
|
75
|
125
|
150
|
3
|
5/10
|
100
|
150
|
200
|
4
|
10/15
|
200
|
400
|
400
|
5
|
10/15
|
300
|
600
|
500
|
6
|
10/15
|
400
|
800
|
750
|
7
|
15/20
|
500
|
1000
|
1000
|
8
|
15/20
|
600
|
1250
|
2000
|
9
|
15/20
|
700
|
1500
|
2500
|
Pospat diberikan 2 minggu sebelum pupuk lain dan dicampur rata dengan tanah
Catatan : Akan lebih baik pembibitan diselingi / ditambah SUPERNASA 1-2 kali selang waktu 3-4 bulan sekali dengan dosis 1 botol untuk ± 400 bibit. 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap bibit.
d.Penanaman
Umur
Tanaman
|
Dosis
Pupuk (gr/pokok)
|
|||||
Urea
|
(TSP)
|
RP
|
KCl
|
Kies
|
Borak
|
|
Saat
tanam
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
bln setelah tanam
|
100
|
100
|
100
|
100
|
100
|
100
|
2
tahun
|
||||||
-
apl I
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
-
apl II
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
3
tahun
|
||||||
-
apl I
|
350
|
350
|
350
|
350
|
350
|
350
|
-
apl II
|
350
|
350
|
350
|
350
|
350
|
350
|
4
tahun
|
||||||
-
apl I
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
-
apl II
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
5
tahun
|
||||||
-
apl I
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
-
apl II
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
Catatan :
-
Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober)
dan kedua di akhir musim hujan (Maret - April)
-
Kocorkan atau siram SUPERNASA dosis 1 sendok makan per 10 lt air per pohon
setiap 3-6 bulan sekali
-
Penyemprotan POC NASA 3 - 4 tutup + HORMONIK 1-2 tutup per tangki setiap 2-4
minggu sekali
e.Pengendalian
Hama Penyakit
1.
Golongan Coleoptera Hama golongan ini yang paling banyak menyerang adalah
Oryctes rhinoceros . Cara mengendalikan dengan membuat trap/ jebakan berupa
kotak-kotak yang diisi sampah dan secara preventif dikendalikan dengan
pemberian Natural BVR atau jika sudah menjadi uret dengan PESTONA, atau dengan
menggunakan musuh alaminya yaitu tikus, tupai, ayam , bebek , dan burung hantu.
2.
Golongan Lepidoptera Species yang sering menyerang adalah Tiratabha rufivena
yang larvarnya memakan bunga kelapa, dan Acritocera negligens yang mengebor
tangkai bunga yang belum membuka dan memakan isinya. Pengendaliannya dengan
menggunakan PENTANA + AERO 810 ataupun Natural BVR sifatnya yang cepat
berpindah maka pengendaliannya harus secara merata untuk pencegahan .
3.
Golongan Hemiptera Jenis yang menghisap cairan daun sehingga daun mati adalah
jenis homoptera (Gareng pong= Jawa). Jenis lain yang menghisap cairan buah
adalah Heteroptera, sehingga buah menjadi rontok sebelum matang. Pencegahan
dengan PENTANA+AERO 810 dan PESTONA secara bergantian.
4.
Penyakit yang juga mungkin menyerang adalah: Busuk tunas atau pucuk yang
disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora dan penyakit Lingkar merah pada
daun yang disebabkan cacing / belut tanah Rhadinaphelencus cocophilus. Kedua
macam penyakit ini hanya dengan eradikasi atau pemusnahan tanaman yang terkena
serangan.
Catatan
:Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi,
sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan.
Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan
Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki
f.Pemanenan
- Untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9 - 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging buahnya yang lunak.
f.Pemanenan
- Untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9 - 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging buahnya yang lunak.
-
Panen buah kelapa dilakukan menurut kebutuhannya. Jika kelapa yang diinginkan
dalam keadaan kelapa masih muda kira-kira umur buah 7 -8 bulan dari bunganya.
Jika ingin mengambil buah tua untuk santan atau kopra dipanen di saat umur
sudah mencapai 12-14 bulan dari berbunga atau jika sudah tidak lagi terdengar
suara air di dalam buahnya.
g.Pasca
Penen
Pengolahan
buah kelapa yang tua pada akhir-akhir ini mulai mengarah pada pemanfaatan
minyak kelapa murni atau virgin coconut oil yang mampu meningkatkan nilai jual
dari produk kelapa, ataupun masih dalam bentuk nira ( legen =Jawa) untuk
keperluan industri gula kelapa, nata de coco, asam cuka, produk minuman dan
substrat,serta alkohol yang juga mampu meningkatkan nilai jual dari produk
kelapa.
-
Gula kelapa :kandungan sukrosa yang dominan di antara kandungan bahan kimia non
air lainnya menjadikan nira sebagai sumber gula yang sangat potensil.
-
Nata de coco : Adalah bahan olahan nira kelapa berbentuk gel, tekstur kenyal
seperti kolang kaling, yang proses fermentasinya dibantu oleh mikrorganisme
Acetobacter xylium.
-
Asam cuka : dikenal sebagai penegas rasa, warna dan juga sebagai bahan pengawet
karena membatasi pertumbuhan bakteri.
-
Produk minuman: Dapat dibuat minuman segar non alcohol maupun alkohol dalam
kadar rendah(tuak) ataupun dalam kadar tinggi (arak).
-
Substrat :Yaitu bahan nutrient yang dipergunakan untuk menumbuhkan mikroba.
Substrat ini sangat diperlukan bagi pekerjaan di lab bioteknologi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan untuk tanaman
mangga, kedelai, jagung dan kelapa mengalami proses cara pengolahan yang
berbeda-beda. Hal ini dikarenakan oleh jenis dari tanaman tersebut, selain dari
jenis tanaman, banyak sekali faktor-faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman
tersebut, jadi untuk meningkatkan hasil dari produktivitas tanaman sangat
diperlukan proses penyesuaian lahan bagi tanaman.
B.
Saran
Setelah
membaca isi dari makalah diatas maka hendaklah kita untuk memperhatikan,
merawat lahan yang kita miliki dan menyesuaikan jenis dari tanah dengan tanaman
yang akan ditanam, karena dengan memperhatikan hal tersebut, selain member
manfaat bagi lahan juga dapat meningkatkan produktivitas pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.
1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. KLH-UNDP. Jakarta.
Anonimus.
2004. Profil Kehutanan Kabupaten Lebong. Dinas Kehutanan Lebong. Bengkulu.
Armanto,
M. E. dan E. Wildayana. 1998. Analisis permasalahan kebakaran hutan dan lahan
dalam pembangunan pertanian dalam arti luas. Lingkungan dan Pembangunan 18 (4):
304-318.
Rahmi,
D. H. dan B. Setiawan. 1999. Perancangan Kota Ekologi. Dikti, P & K.
Jakarta.
Soedradjat,
R. 1999. Lingkungan Hidup, Suatu Pengantar. Dikti, P & K. Jakarta.
Soemarwoto,
O. 1991. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Gramedia Pustaka Utma.
Jakarta.
Trihardi,
B. 1997. Berbagai kegiatan yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai di
Propinsi Bengkulu: Penentuan titik-titik monitoring. Universitas Bengkulu.
Bengkulu.
Langganan:
Postingan (Atom)