assalamu'alaikum smton

Rabu, 30 Mei 2012

Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kegiatan Agribisnis merupakan kegiatan yang berdampak positif terhadap perekonomian negara, tetapi disisi lain kegiatan tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan seperti terjadinya pencemaran dan menurunnya kualitas sumber daya alam. Penurunan produktifitas lahan diakibatkan penggunaan lahan secara berlebihan atau terjadi salah penggunaan lahan karena kurangnya pengetahuan petani, rendahnya modal yang dimiliki petani dan adanya tuntutan dalam memenuhi kebutuhan hidup petani. Hal tersebut terlihat dari banyaknya lahan yang terdegradasi seperti, lahan yang tererosi, menurunnya tingkat kesuburan tanah, terakumulasinya senyawa- senyawa beracun (toxic), atau terjadi pemadatan tanah dan bertambah luas lahan kritis (Sitorus, 2001; Arsyad, 2000). Dengan demikian perlu dilakukan upaya pencegahan agar luas lahan kritis tidak bertambah melalui pengolahan lahan.
            Pengolahan lahan yang baik adalah pengelolaan yang berdasarkan pada azas manfaat dan azas kelestarian. Pengelolaan lahan dengan memperhatikan kedua azas tersebut akan dapat melestarikan fungsi lahan, sehingga kegiatan usahatani dapat berkelanjutan dan petani sebagai masyarakat tani dapat terus beraktivitas. Pengelolaan lahan secara baik perlu dilakukan mulai dari perencanaan penggunaan lahan sampai pada dampak dari kegiatan agribisnis terhadap lingkungan.
            Dalam pengelolaan lahan berkelanjutan seluruh aspek, baik aspek ekologis, aspek ekonomi maupun aspek sosial perlu dipertimbangkan. Untuk itu dirancang model pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan yang dapat melestarikan fungsi lahan dan kegiatan agribisnis pada suatu daerah dapat dilakukan secara berkelanjutan serta masyarakat tani dapat terus beraktivitas sebagai petani.
            Pada dasarnya prinsip pertanian yang berkelanjutan adalah mengelola lahan dengan keseimbangan ekologi yang sehat,  sesuai dengan kemampuan lahan yang ada, dengan menggunakan teknologi dan praktek-praktek bertani yang mempunyai dampak negatif yang sekecil mungkin tetapi mampu mempertahankan ataupun meningkatkan tingkat produksi pertanian yang menguntungkan (Commonwealth of Australia, 1992). Sehingga sistim pertanian yang diusahakan tidaklah semata mata mengekploitasi sumber daya lahan yang ada untuk dapat memperoleh produksi yang sebesar-besarnya.

B.  Rumusan Masalah
Melihat rumusan masalah diatas bahwa pengelolaan lahan yang baik merupakan pengelolaan yang berdasarkan pada azas manfaat dan azas kelestarian. Pengelolaan lahan dengan memperhatikan kedua azas tersebut akan dapat melestarikan fungsi lahan, sehingga kegiatan usahatani dapat berkelanjutan dan petani sebagai masyarakat tani dapat terus beraktivitas. Oleh karena itu,dalam makalah ini akan membahas beberapa hal yang kaitannya dengan pengelolaan lahan yaitu :
1.    Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
3.    Model pengelolaan lahan kering

C.  Tujuan
Tujuan penyususunan makalah ini yaitu :
1.    Untuk mengetahui bentuk Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
2.    Untuk mempelajari pengolahan Agribisnis Jagung
3.    Untuk mengetahui Model pengelolaan lahan kering






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
1. Usahatani Lahan Kering
Indonesia mempunyai asset nasional berupa pertanian lahan kering sekitar 111,4 juta ha atau 58,5% dari luas seluruh daratan (Notohadiprawiro, 1989).  Pertanian lahan kering mempunyai kondisi fisik dan potensi lahan sangat beragam dengan kondisi sosial ekonomi petani umumnya kurang mampu dengan sumberdaya lahan pertanian terbatas. Selanjutnya Sudharto et al. (1995 dalam Syam et al. 1996) mengemukakan bahwa lahan kering merupakan sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya, namun profil usahatani pada agroekosistem ini sebahagian masih diwarnai oleh rendahnya produksi yang berkaitan erat dengan rendahnya produktivitas lahan.  Di beberapa daerah telah terjadi degradasi lahan karena kurang cermatnya pengelolaan konvensional dan menyebabkan petani tidak mampu meningkatkan pendapatannya.  Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka untuk menjamin produksi pertanian yang cukup tinggi secara berkelanjutan diperlukan suatu konsep yang aktual dan  perencanaan yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya lahan khususnya lahan kering. 
Pengembangan pertanian lahan kering di daerah hulu DAS, saat ini mendapat perhatian yang cukup serius.  Besarnya perhatian ini tidak hanya menyangkut keberlanjutan usahatani di daerah tersebut tetapi juga dampak hidrologisnya di daerah hilir, terutama pula adanya ketidak seimbangan pembangunan dan invenstasi antara lahan kering di daerah hulu dan di daerah hilir.
Usahatani lahan kering, dalam keadaan alamiah memiliki berbagai kondisi yang menghambat pengembangannya antara lain; keterbatasan air, kesusburan tanah yang rendah, peka terhadap erosi, topografi bergelombang sampai berbukit, produktivitas lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang kurang memadai serta sulit dalam memasarkan hasil (Haridjaja, 1990). Oleh karena itu, Sinukaban (1995) menegaskan bahwa di dalam pengelolaan lahan tersebut hendaknya mencakup lima unsur yaitu : (1) perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, (2) tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, dan (4) menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi tumbuhan.
                                                                      
2. Pertanian Berkelanjutan
           Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dirancang secara sistematis menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat poduktif secara terus menerus, dan merupakan suatu usaha yang menguntungkan.  Dengan demikian, pertanian semacam ini akan menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara berkelanjutan, sehingga mereka dapat merancang masa depannya sendiri.  Disamping itu, juga harus menghasilkan spektrum produksi yang luas sehingga dapat menyediakan bahan baku berbagai agroindustri dan produk-produk eksport secara lestari.  Selanjutnya akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan pendapatan yang cukup tinggi, dengan demikian daerah pertanian ini akan menjadi penyerap hasil-hasil industri (Sinukaban, 1995).
           Produksi pertanian yang cukup tinggi dapat dipertahankan secara terus menerus apabila erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan.  Hal ini dapat dicapai, jika petani menerapkan sistem pertanian dan pengelolaannya sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.  Dengan demikian diperlukan penerapan teknologi berupa penerapan sistem usahatani konservasi untuk membangun pertanian menjadi industri yang lestari berdasarkan pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam waktu yang tidak terbatas.
 Untuk itu menurut Sinukaban (1995), dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut :
a.     Produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya
b.    Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.
c.    Teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi dapat diterima dengan senang hati dan diterapkan sesuai kemampuan petani sendiri sehingga sistem usahatani tersebut dapat diteruskan tanpa intervensi dari luar.
d.   Komoditi yang diusahakan cukup beragam, sesuai kondisi biofisik, sosial dan ekonomi
e.    Erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga produksi yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan fungsi hidrologis tetap terpelihara dengan baik.
f.     Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk tetap berusahatani. 
           Perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya adalah inventarisasi dan penilaian keadaan, potensi sumberdaya dan faktor-faktor pembatas dari suatu daerah.  Dengan permasalahan  yang lebih kompleks di dalam sistem usahatani lahan kering maka teknologi yang diperlukan tidak dapat diperlakukan sama pada semua tempat, melainkan dibutuhkan pendekatan yang lebih terencana sesuai kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat. Aspek teknologi yang perlu dipertimbangkan adalah  teknologi  konservasi tanah dan air (ketersediaan teknologi dan tingkat adopsi) serta teknologi pemantauan kegiatan pengelolaan lahan termasuk pengawasan terhadap perubahan penggunaan lahan.  Mengingat fungsi lahan yang demikian penting, maka berbagai upaya dilakukan agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya.  Kemampuan lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman atau menghasilkan barang/jasa dapat menurun akibat kerusakan tanah oleh berbagai proses antara lain : kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, proses salinisasi, terakumulasi unsur atau senyawa yang beracun bagi tanaman, penjenuhan tanah oleh air, dan erosi.  Oleh karena itu dalam pengelolaan pertanian lahan kering agar diperoleh produksi yang tinggi dan berkelanjutan maka perlu dilakukan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut  :
(1) Mengkaji kemampuan lahan di wilayah DAS melalui studi klasifikasi kemampuan lahan; (2) Melakukan prediksi erosi,
(3) Melakukan analisis kelembagaan sosial ekonomi dan
(4) Melakukan evaluasi penggunaan lahan.

3. Klasifikasi Kemampuan Lahan
           Klasifikasi kemampuan lahan adalah suatu cara penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan mengelompokkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad, 1989).             Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land capability) yang dikembangkan oleh USDA (Klingebiel & Montgomery, 1973) sampai saat ini masih digunakan di banyak negara.  Dalam sistem ini dikenal tiga kategori klasifikasi yaitu: kelas, subkelas, dan unit pengelolaan.  Penggolongan ke dalam tiga kategori tersebut berdasarkan atas kemampuan lahan untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang.  Pada tingkat kelas kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat.  Tanah dikelompokkan ke dalam kelas I  - VIII, dimana semakin tinggi kelasnya berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah besar.  Tanah kelas I - IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, dan kelas V – VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya.
Faktor-faktor yang digunakan dalam kriteria klasifikasi meliputi : tekstur (t), lereng permukaan (l), drainase (d), kedalaman efektif (k), keadaan erosi (e), kerikil/batuan dan bahaya banjir (b).  Kriteria intensitas faktor-faktor tersebut disajikan pada tabel berikut : 
Sumber : Arsyad (1989)
Keterangan :    (*)=  Dapat mempunyai sebarang sifat faktor penghambat
(**)   =  Tidak berlaku
(***) =  Umumnya terdapat di daerah miring beriklim panas

B.  Model Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan pada Agribisnis Jagung  
Model pengelolaan lahan kering berkelanjutan terbentuk dari empat sub-model yang saling berinteraksi, yaitu sub-model sarana produksi, submodel produksi, submodel pengolahan hasil dan submodel lingkungan. Pada submodel produksi diterapkan teknologi konservasi tanah dan air yang meliputi, penggunaan pupuk berimbang (penggunaan pupuk sesuai hara tanah dan kebutuhan tanaman), pupuk kandang Sapi dengan dosis 5 ton ha, dan pola pergiliran tanaman.
            Simulasi model pengelolaan lahan tepat guna  mengajukan dua sekenario yaitu, sekenario 1, menggunakan dosis pupuk berimbang pupuk kandang sapi, dan pola tanam jagung-ubi kayu+ (Jagung-Kacang hijau-Mucuna prurirens) (benguk varietas putih) dan skenario ke 2 menggunakan dosis pupuk berimbang, pupuk kandang sapi, dan pola usaha tanaman ternak, dengan pola tanam jagung – ubi kayu + jagung mucuna. Populasi jagung pada musim tanam ketiga (MT-2) 67% dari populasi jagung monokultur (2 baris tanaman jagung, 1 baris tanaman ubi kayu).
Hampir sebagian besar jagung yang dihasilkan digunakan untuk bahan makanan manusia, terutama dalam bentuk tepung, digiling atau dimasak seperti beras atau dicampur dengan beras. Persentase kegunaan jagung di Indonesia adalah 71,7 persen untuk bahan makanan manusia, 15,5 persen untuk makanan ternak, 0,8 persen untuk industri, 0,1 persen untuk diekspor dan 11,9 persen untuk kegunaan lain (Sudjana dkk.,1991).
Produksi jagung di Indonesia masih relatif rendah dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung terus meningkat. Menurut Subandi dkk. (1998), produksi jagung nasional belum mampu mengimbangi permintaan yang sebagian dipacu oleh pengembangan industri pakan dan pangan. Masih rendahnya produksi jagung ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik, kesiapan dan ketrampilan petani jagung yang masih kurang, penyediaan sarana produksi yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani jagung untuk melaksanakan proses produksi sampai ke pemasaran hasil.
Jagung merupakan Salah satu komoditi palawija yang memiliki peranan yang penting, karena merupakan sumber protein dan kalori yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Nilai nutrisi jagung hampir seimbang dengan beras dan dapat menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok.
Umumnya agribisnis jagung dilakukan berskala kecil, karena masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani jagung. Permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh petani jagung adalah terbatasnya permodalan, manajemen usaha dan pemasaran hasil sehingga tidak dapat melakukan usaha dengan volume usaha yang luas dan lebih intensif serta pemasaran hasil dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani jagung diantaranya adalah dengan system kemitraan usaha dalam agribisnis jagung.
1.    Prospek Agribisnis Jagung
Jagung memiliki potensi yang cukup besar untuk diusahakan secara agribisnis, hal ini karena tanaman ini memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan baik dari aspek budidaya maupun dari aspek peluang pasar. Dari aspek budidaya tanaman jagung tidak sulit untuk dibudidayakan. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah. Yang terpenting dan sangat berhubungan erat dengan hasil jagung adalah tersedianya unsur hara NPK pada tanah tersebut. Untuk pertumbuhan yang lebih baik lagi, tanaman jagung memerlukan tanah yang subur, gembur dan kaya humus (Sudjana dkk., 1991). Demikian juga benih jagung telah banyak varietas-varietas unggul yang dilepas. Menurut Rahmanto (1997), perkembangan daya hasil dari varietas-varietas unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional.
Dari aspek peluang pasar tanaman jagung mempunyai prospek yang cerah untuk diusahakan, karena permintaan konsumen dalam negeri dan peluang ekspor yang terus meningkat. Rukmana (1997) mengemukakan bahwa prospek usahatani tanaman jagung cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar dalam negeri dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Disamping itu juga prospek pasar produksi jagung semakin baik, karena didukung oleh adanya kesadaran gizi dan diversifikasi bahan makanan pada masyarakat. Demikian juga untuk keperluan bahan baku industri rumah tangga seperti emping jagung, wingko jagung dan produk jagung olahan lainnya dan untuk keperluan bahan baku pakan ternak, serta untuk ekspor memerlukan produk jagung dalam jumlah yang besar. Keadaan ini merupakan peluang pasar yang potensial bagi petani dalam mengusahakan tanaman jagung. Dengan demikian peningkatan produksi jagung baik kualitas maupun kuantitas sangat penting.
2. Sistem Agribisnis Jagung
Secara konsepsional sistem agribisnis jagung merupakan keseluruhan aktivitas yang saling berkaitan mulai dari pembuatan dan pengadaan sarana produksi pertanian hingga pemasaran hasil jagung, baik hasil usahatani maupun hasil olahannya. Menurut Sa’id dan Intan (2001) sistem agribisnis terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan lembaga penunjang.
Pada umumnya sistem agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani antara lain meliputi :
1.      Subsistem pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian ini diperoleh petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan dalam bentuk kemitraan.
2.      Subsistem produksi dalam usahatani. Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan benih jagung, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3.      Subsistem pengolahan hasil panen. Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani pada umumnya baru sampai pada pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung (klobot), hal ini karena petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk melakukan pengolahan lanjutan. Untuk tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai tambah yang besar biasanya berada pada tingkat ini.
4.      Subsistem pemasaran hasil. Pola pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang beragam, diantaranya bagi petani yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra biasanya pemasaran jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang memfungsikan kelompok tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung menjual produknya ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut untuk langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau koperasi, perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5.      Kelembagaan pendukung agribisnis jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat petani dan lembaga di luar petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan koperasi, Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan dan lain-lain.

C.  Model Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan lahan kering di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu perlu memperhatikan konservasi tanah dan air untuk mencegah penurunan produktivitas lahan akibat erosi oleh air hujan (Suwardjo 1981). Di Indonesia yang memiliki iklim basah, pada umumnya erosi terjadi karena air hujan (Sofijah dan Suwardjo 1979). Sehubungan dengan itu, penanganan lahan kering di DAS Brantas dan Jratunseluna bagian hulu dilakukan dengan usaha tani konservasi yang mengkombinasikan teknik konservasi secara mekanik dan vegetatif dalam suatu pola usaha tani terpadu (Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air 1990). Sasarannya adalah meningkatkan produktivitas usaha tani dan pendapatan petani, menurunkan laju erosi, serta meningkatkan partisipasi petani dalam pelestarian sumber daya tanah dan air. Empat model usaha tani konservasi yang diuji yaitu:
Model A: Sistem usaha tani yang dilakukan oleh petani sebagai pembanding.
Model B: Sistem usaha tani konservasi teras bangku, ditanami tanaman pangan dan tahunan pada bidang olah, rumput pakan pada bibir dan tampingan teras, serta melibatkan ternak.
Model C: Sistem usaha tani konservasi teras gulud, ditanami tanaman pangan dan tanaman tahunan pada bidang olah, rumput dan leguminosa pohon pada guludan, dan ternak.
Model D: Sistem usaha tani konservasi teras individu, ditanami tanaman tahunan, rumput, dan leguminosa pohon, serta ternak.
Kesesuaian ketiga model usaha tani introduksi (B,C,D) didasarkan pada kemiringan lahan, kedalaman tanah, kepekaan terhadap erosi, dan pola usaha tani. Model B dan C diarahkan untuk memperbaiki usaha tani di tegalan, atau kemiringan lahan 15−45%, sedangkan model D untuk memulihkan lahan per- bukitan yang tandus dengan kemiringan lahan lebih besar dari 45% .
Dua model introduksi (B dan C) menghasilkan produktivitas usaha tani lebih tinggi dibanding model petani (model A). Pada model B dan C, hasil panen selain diperoleh dari tanaman pangan juga dari tanaman tahunan dan pakan ternak, sehingga secara kumulatif memberikan nilai produksi dan pendapatan bersih lebih tinggi. Pada usaha tani model D, hasil panen lebih mengandalkan pada tanaman tahunan (buah-buahan dan kayu-kayuan), sehingga selama tanaman tersebut belum menghasilkan, tingkat produktivitas usaha taninya masih rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan model petani.
Setelah tahun ketiga, pendapatan usaha tani dari model B dan C semakin meningkat dan stabil, sedangkan pada model petani relatif tetap. Sebaliknya pendapatan bersih model D setiap tahun berfluktuasi, karena hasil panen masih bergantung pada tanaman kayu-kayuan dan ternak kambing.
Batas ambang laju erosi setiap model usaha tani konservasi sebesar 10,60 t/ha/ tahun untuk model A, 10,50 t/ha/tahun untuk model B, 8,40 t/ha/tahun untuk model C, dan 5,20 t/ha/tahun untuk model D (Tim Survei Tanah DAS Brantas 1988). Sembiring et al. (1991) mengemuka- kan bahwa penurunan erosi sampai pada ambang laju erosi terjadi pada dua model introduksi, yaitu model B sebesar 3,20 t/ha/tahun pada 1990/91 dan model C yang mencapai 6,40 t/ ha/tahun pada 1990/91. Pada dua model lainnya (A dan D), erosi telah menurun tetapi masih di atas ambang laju erosi, yaitu berturut- turut 20,20 dan 11,40 t/ha/tahun. Penurunan erosi ini diduga karena kondisi teras yang semakin mantap, tanaman penguat teras dan tanaman tahunan sudah berkembang, serta pengelolaan tanaman dan lahan yang semakin baik. Ini terlihat dari nilai crops practice (CP) yang semakin kecil.
Tanaman tahunan mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendapatan petani lahan kering di DAS. Setiap tingkat kelerengan, tebal solum dan kepekaan tanah terhadap erosi membutuhkan keberadaan tanaman tahunan dengan proporsi 25–100% (Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air 1987).
Namun, petani umumnya kurang menyadari manfaat tanaman tersebut sehingga motivasi mereka untuk me- ngembangkan tanaman tahunan relatif kecil. Sebagai contoh, di Desa Sumber- kembar dan Srimulyo (DAS Brantas), tanaman tahunan yang ditanam kurang mendapat perawatan sehingga banyak yang mati (Proyek Penelitian Penyelamat- an Hutan, Tanah, dan Air 1988). Sehubungan dengan hal tersebut, teknologi yang diteliti di lahan kering DAS merupakan teknologi usaha tani konservasi yang dikembangkan dari hasil- hasil penelitian verifikasi teknologi, yang terdiri atas komponen teknologi ternak dan pakan, tanaman tahunan/hortikultura, konservasi tanah, dan tanaman pangan. Dalam pelaksanaannya dilakukan per- baikan secara bertahap menuju sistem usaha tani dengan produktivitas yang stabil dan lestari dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan kemampuan petani. Konservasi tanah diarahkan pada penutupan lahan oleh vegetasi (konservasi vegetatif) dengan penanaman rumput di bibir dan tampingan teras, pertanaman lorong, dan tumpang sari.








BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Lahan merupakan suatu wilayah dipermukaan bumi yang mencakup semua komponen biosfer yang ada dibumi. Komponen- komponen tersebut telah terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu.  Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perencanaan  Penggunaan lahan harus memperhatikan inventarisasi dan penilaian keadaan, potensi sumberdaya dan faktor-faktor pembatas dari suatu daerah.  Dengan permasalahan  yang lebih kompleks di dalam sistem usahatani lahan kering maka teknologi yang diperlukan tidak dapat diperlakukan sama pada semua tempat, melainkan dibutuhkan pendekatan yang lebih terencana sesuai kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat.
Pengelolaan lahan kering berkelanjutan dapat di lakukan dengan merencanakan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, melakukan tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, dan  menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi tumbuhan. Dengan melakukan hal tersebut tentu akan menghasilkan tanah yang memiliki produktivitas yang cukup tinggi  dan dapat dipertahankan secara terus menerus apabila erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan. Hal ini dapat dicapai, jika petani menerapkan sistem pertanian dan pengelolaannya sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.  Dengan demikian diperlukan penerapan teknologi berupa penerapan sistem usahatani konservasi untuk membangun pertanian menjadi industri yang berdasarkan pada pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam waktu yang tidak terbatas.
Model Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan pada sistem agribisnis Jagung yang dilakukan oleh petani antara lain :
1.    Subsistem pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian ini diperoleh petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan dalam bentuk kemitraan.
2.    Subsistem produksi dalam usahatani. Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan benih jagung, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3.    Subsistem pengolahan hasil panen. Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani pada umumnya baru sampai pada pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung (klobot), hal ini karena petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk melakukan pengolahan lanjutan. Untuk tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai tambah yang besar biasanya berada pada tingkat ini.
4.    Subsistem pemasaran hasil. Pola pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang beragam, diantaranya bagi petani yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra biasanya pemasaran jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang memfungsikan kelompok tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung menjual produknya ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut untuk langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau koperasi, perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5.    Kelembagaan pendukung agribisnis jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat petani dan lembaga di luar petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan koperasi, Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan dan lain-lain.

B.  Saran
Untuk melakukan pengolahan lahan kering berkelanjutan para petani harus memperhatikan kondisi tanah/lahan yang menghambat pengembangannya. Hal yang perlu diperhatikan oleh petani lahan kering antara lain; keterbatasan atau ketersediaan air, kesusburan tanah yang rendah, kepekaan terhadap erosi, topografi lahan yang bergelombang sampai berbukit, produktivitas lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang kurang memadai serta sulit dalam memasarkan hasil.




makalah lahan kering


MAKALAH
LAHAN KERING




Oleh

Nama     : syaiyam maskur
Nim       : 10914A0091
Geografi VI F

Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas muhammadiyah mataram
2012


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat san karunianyalah kami dapat menyelesaikan makalah lahan kering yang berjudul kesesuaian lahan . shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami, meski makalah kami jauh dari kesempurnaan , karena tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua amiiiinn..

                                                                        Mataram 13 Mei 2012

Penulis











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kesesuaian lahan untuk tanaman mangga .............................................. 3
B.     Kekesuaian lahan untuk tanaman kedelai............................................... 9
C.     Kesesuaian lahan untuk tanaman jagung............................................... 15
D.    Kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa............................................... 23
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ........................................................................................... 29
B.     Saran ..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Masalah lingkungan yang dihadapi dewasa ini pada dasrnya adalah masalah pengolahan tanaman yang tidak sesuai dengan lahan dan produksi yang didapatkan. Masalah itu timbul karena perubahan kondisi iklim yang menyebabkanlahan itu kurang sesuai lagi untuk mendukung kesuburan tanah. Jika hal ini tidak segera diatasi pada akhirnya berdampak kepada terganggunya kesejahteraan para petani
            Kerusakan lahan yang terjadi dikarenakan kondisi cuaca yang ekstrim pada umumnyamenyebabkan terjadinya degradasi bagi lahan. Kerusakan lahan ini telah mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi dari lahan yang menyebabkan tetumbuhan menjadi menurun atau kurang mengalami pertumbuhan dengan baik
            Masalah lahan tidak berdiri sendiri, tetapi  selalu saling terkait erat. Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif. Masalah lahan yang saling terkait erat antara lain adalah populasi manusia yang berlebih, polusi, penurunan jumlah sumberdaya, perubahan lingkungan global dan kondisi cuaca ekstrim
            Makalah ini berusaha menguraikan masalah pengelolaan lahan kering dengan kesesuaian tanaman.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan dibahas tentang kesesuaian lahan untuk tanaman


C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan solusi untuk para petani agar bisa memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk menanam tanaman dengan cara teratur agar petani memperoleh hasil yang lebih memuaskan.
























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Mangga
Produksi mangga pada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar, khususnya pasar luar negeri. Ketidakmampuan ini bukan hanya disebabkan produktivitas rendah tetapi juga kualitasnya masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh penerapan teknologi budidaya yang belum optimal.
a.Agroekologi
Tanaman mangga tumbuh baik pada ketinggian 50-300 m dpl pada lapisan tanah tebal dan struktur tanah remah dan berbutir-butir.
b.Varietas
Varietas yang bernilai jual tinggi antara lain Gadung 21 atau Arumanis 143. Varietas lainnya adalah Manalagi 69, Lalijiwo, Chokanan dan Golek 31.
c.Persiapan Lahan
Lubang tanam dibuat 1-2 bulan sebelum tanam,ukuran 1 m x 1m x 1 m dan jarak tanam 6 m x 8 m. Dua minggu sebelum pelaksanaan tanam, tanah galian dimasukkan kembali ke dalam lubang tanam dengan campur pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Akan lebih optimal siram Supernasa (0,5 sdm /+5 liter air/pohon).
d.Penanaman
Penanaman di awal musim hujan. Sebelum bibit ditanam kantong plastik dilepas. Kedalaman tanam + 15-20 cm diatas leher akar dan tanah disekitar tanaman ditekan ke arah tanaman agar tidak roboh. Tanaman diberi naungan dengan posisi miring ke barat dan selanjutnya dikurangi sedikit demi sedikit.
e.Pemupukan
Pupuk Kandang (PK) diberikan 1 kali pada awal musim hujan. Caranya dibenamkan disekitar pohon selebar tajuk tanaman atau menggali lubang pada sisi tanaman. Mangga umur 1 - 5 tahun diberi 30 kg PK, umur 6 - 15 tahun diberi 60 kg PK. Akan lebih optimal jika ditambahkan ~ ~ SUPERNASA atau jika pupuk kandang sulit dapat digunakan SUPERNASA dengan dosis :
-  Alternatif 1 : 0,5 sendok makan/ 5 lt air per tanaman.
- Alternatif 2 : 1 botol SUPER NASA encerkan dalam 2 lt (2000 ml) air jadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 lt air diberi 20 ml larutan induk tadi untuk menyiram per pohon.
- Pemberian SUPERNASA selanjutnya dapat diberikan setiap 3 - 4 bulan sekali.
- Penyemprotan POC NASA (4-5 ttp/tangki) atau lebih optimal POC NASA (3-4 ttp) - HORMONIK (1 ttp ) per tangki setiap 1 - 3 bulan sekali.
- Pupuk NPK 2 kali setahun di awal (Nopember - Desember), akhir musim hujan (April - Mei) dosis sbb:
Umur (th)
PK
(kg)
Dosis Pupuk Makro (KG/Pohon)
ZA 
TSP
KCl
1 – 3
20 – 30
0.5 – 1
0.25-0.5
0.25-0.5
4 - 6
30 – 40
1 – 2
0.5 – 1
0.5 – 1
7 – 10
50 – 60
2 – 3
1 – 1.5
1 – 1.5
> 10
50 – 60
3 – 4
1.5 – 2
1.5 – 2
f.Pemangkasan
Pangkas Bentuk (3 tahap) :Tahap I: umur 1 tahun setelah tanam pada musim hujan dengan memotong batang setinggi 50-60 cm dari permukaan tanah dan pemotongan di atas bidang sambungan. Dari cabang yang tumbuh dipelihara 3 cabang yang arahnya menyebar. Tahap II: pemangkasan dilakukan pada ketiga cabang yang tumbuh tersebut setelah berumur 2 tahun, caranya menyisakan 1-2 ruas/pupus. Tunas yang tumbuh pada masing-masing cabang dipelihara 3 tunas. Jika lebih dibuang. Tahapan pemangkasan tersebut akan diperoleh pohon dengan rumus cabang 1- 3 - 9. Tahap III : umur 3 tahun, cara sama seperti tahap II, tetapi tunas yang tumbuh dipelihara semua untuk produksi.
g.Pangkas Produksi
Pemangkasan ini untuk memelihara tanaman dengan memotong cabang mati / kering, cabang yang tumbuh ke dalam dan ke bawah serta cabang air yaitu cabang muda yang tidak akan menghasilkan buah. Pemangkasan produksi dilaksanakan segera setelah panen.
h.Pendangiran
Dilakukan 2 kali dalam setahun pada awal dan akhir musim hujan, dengan membalik tanah (pembumbunan) di sekitar kaca tanaman agar patogen yang ada dalam tanah mati.

i.Mulching (Mulsa)
Pemberian mulsa di akhir musim hujan, menggunakan jerami / sisa-sisa bekas pangkasan / tanaman sela.
j.Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dilakukan minimal 3 kali setahun.
k.Induksi Bunga
Untuk merangsang pembungaan digunakan Pupuk Organik Padat super nasa dengan dosis 1-2 sendok/pohon dicampur 10 liter air disiramkan secara merata di bawah kanopi pohon setelah pupus kedua ( Februari-Maret) dan disemprot Poc Nasa (3-4 ttp/tangki) + Hormonik (1 ttp) per tangki.
l.Pengelolaan Bunga Dan Buah
Pengelolaan bunga dan buah dilakukan 4 kali, pada saat bud break, bud elongation, mango size (kacang hijau) dan marble size (jagung). Pupuk yang digunakan :
1. Monokalsium Phospat ( MKP ) diberikan sebelum muncul tunas baru atau bud break dan pada saat bud break atau bud elongation (dosis 2,5 gr/liter).
2. POC NASA diberikan saat bud break, bud elongation, (dosis 4-5 tutup/tangki).
3. POC NASA (3-4 ttp) + HORMONIK (1 ttp) per tangki diberikan pada saat mango size dan marble size.
m.Hama Dan Penyakit 
a. Tip Borer, Clumetia transversa
Ulat ini menggerek pucuk yang masih muda (flush) dan malai bunga dengan mengebor/menggerek tunas atau malai menuju ke bawah. Tunas daun atau malai bunga menjadi layu, kering akibatnya rusak dan transportasi unsur hara terhenti kemudian mati. Pengendalian; cabang tunas terinfeksi dipotong lalu dibakar, pendangiran untuk mematikan pupa, penyemprotan dengan PESTONA.
b. Thrips ( Scirtothrips dorsalis )
Hama ini sering disebut thrips bergaris merah karena pada segment perut yang pertama terdapat suatu garis merah. Hama ini selain menyerang daun muda juga bunga dengan menusuk dan menghisap cairan dari epidermis daun dan buah. Tempat tusukan bisa menjadi sumber penyakit. Daun kelihatan seperti terbakar, warna coklat dan menggelinting. Apabila bunga diketok-ketok dengan tangan dan dibawahnya ditaruh alas dengan kertas putih akan terlihat banyak thrips yang jatuh. Pengendalian : tunas muda terserang dipotong lalu dibakar, tangkap dengan perangkap warna kuning, pemangkasan teratur, penyemprotan dengan BVR atau PESTONA
c. Ulat Phylotroctis sp.
Warna sedikit coklat (beda dengan Clumetia sp. yang warnanya hijau) sering menggerek pangkal calon malai bunga. Telur Phyloctroctis sp. menetas dan dewasa menyerang tangkai buah muda (pentil). Buah muda gugur karena lapisan absisi pada tangkai buah bernanah kehitaman. Aktif pada malam hari. Pengendalian dengan Pestona.
d. Seed Borer, Noorda albizonalis
Hama ini menggerek buah pada bagian ujung atau tengah dan umumnya meninggalkan bekas kotoran dan sering menyebabkan buah pecah. Ulat ini langsung menggerek biji buah akibatnya buah busuk dan jatuh. Berbeda dengan Black Borer yang menggerek buah pada bagian pangkal buah. Lubang gerekan dapat sebagai sumber penyakit. Pengendalian : pembungkusan buah, kumpulkan buah terserang lalu dibakar, semprot dengan Pestona.
e. Wereng mangga ( Idiocerus sp.)
Serangan terjadi saat malai bunga stadia bud elongation. Nimfa dan wereng dewasa menyerang secara bersamaan dengan menghisap cairan pada bunga, sehingga kering, penyerbukan dan pembentukan buah terganggu kemudian mati. Serangan parah terjadi jika didukung cuaca panas yang lembab. Hama ini dapat mengundang tumbuh dan berkembangnya penyakit embun jelaga (sooty mold) dengan dikeluarkan embun madu dari wereng yang dapat menyebabkan phytotoxic pada tunas, daun dan bunga. Pengendalian : pengasapan, penyemprotan BVR/PESTONA sebelum bunga mekar/pada sore hari.
f. Lalat Buah (Bractocera dorsalis)
Buah yang terserang mula-mula tampak titik hitam, di sekitar titik menjadi kuning, buah busuk serta terjadi perkembangan larva. Bersifat agravator yaitu memungkinkan serangan hama sekunder (Drosophilla sp.), jamur dan bakteri. Pengendalian : pembungkusan buah , pemasangan perangkap lalat buah.
g. Penyakit Antraknose (Colletotrichum sp.)
Terjadi bintik-bintik hitam pada flush, daun, malai dan buah. Serangan menghebat jika terlalu lembab, banyak awan, hujan waktu masa berbunga dan waktu malam hari timbul embun yang banyak. Apabila bunganya terserang maka seluruh panenan akan gagal karena bunga menjadi rontok. Pengendalian : pemangkasan, penanaman jangan terlalu rapat, bagian tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
h. Penyakit Recife, Diplodia recifensis
Penyakit ini disebut juga Blendok, vektor penyakit ini adalah kumbang Xyleborus affinis. Kumbang ini membuat terowongan di batang/cabang kemudian dan cendawan Diplodia masuk ke dalam terowongan. Di luar tempat kumbang menggerek akan keluar blendok (getah). Penyakit mangga lainnya seperti embun jelaga (jamur Meliola mangiferae), kudis/scab (Elsinoe mangiferae), bercak karat merah (ganggang Cephaleuros sp).Catatan : Jika Pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, dapat digunakan pestisida kimia sesuai anjuran. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Aero 810 dosis + 5 ml (0,5 tutup) per tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata Aero 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki
n.Panen Dan Pasca Panen
Panen dilakukan pada umur + 97 hari setelah bunga mekar, buah berbedak, dan pada jam 09.00 - 16.00 WIB dengan menyisakan tangkai buah sekitar 0,5 - 1 cm.
B.     Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kedelai
Ketergantungan terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya kita mampu mencukupinya sendiri. Ini karena produktivitas rendah dan semakin meningkatnya kebutuhan kedelai.
 
a.Syarat Tumbuh
Tanaman dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik, curah hujan 100-400 mm/bulan, suhu udara 230C - 300C, kelembaban 60% - 70%, pH tanah 5,8 - 7 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.
b. Pengolahan Tanah
- Tanah dibajak, digaru dan diratakan
- Sisa-sisa gulma dibenamkan
- Buat saluran air dengan jarak sekitar 3-4 m
- Tanah dikeringanginkan tiga minggu baru ditanami
- Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ± 1 botol (500 cc) POC NASA diencerkan dengan air secukupnya untuk setiap 1000 m² (10 botol/ha). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA, cara penggunaannya sebagai berikut:
- Alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPER NASA untuk menyiram 5-10 meter bedengan.
c.Penanaman
- Rendam benih dalam POC NASA dosis 2 cc/liter selama 0,5 jam dan dicampur Legin (Rhizobium ) untuk tanah yang belum pernah ditanami kedelai
- Buat jarak tanam antar tugalan berukuran 30 x 20 cm, 25 x 25 cm atau 20 x 20 cm
- Buat lubang tugal sedalam 5 cm dan masukkan biji 2-3 per lubang
- Tutup benih dengan tanah gembur dan tanpa dipadatkan
- Waktu tanam yang baik akhir musim hujan
d.Penjarangan & Penyulaman
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari, benih yang tidak tumbuh diganti atau disulam dengan benih baru yang akan lebih baik jika dicampur Legin. Penyulaman sebaiknya sore hari.



e.Penyiangan
Penyiangan pertama umur 2-3 minggu, ke-2 pada saat tanaman selesai berbunga (sekitar 6 minggu setelah tanam). Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2.
f.Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.
g.Pemupukan
Contoh jenis dan dosis pupuk sebagai berikut :

Waktu 

Dosis Pupuk Makro (per ha) 

Urea (kg)

SP-36 (kg)

KCl (kg)

2Minggu Setelah Tanam

50 

40 

20 

6Minggu Setelah Tanam

30

20 

40 

Total

80 kg 

60 kg 

60 kg
POC NASA diberikan 2 minggu sekali semenjak tanaman berumur 2 minggu, dengan cara disemprotkan (4-8 tutup POC NASA/tangki). Kebutuhan total POC NASA untuk pemeliharaan 1-2 botol per 1000 m2 (10 - 20 botol/ha). Akan lebih bagus jika penggunaan POC NASA ditambahkan HORMONIK (3-4 tutup POC NASA+1 tutup HORMONIK/tangki). Pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan penyemprotan, karena dapat mengganggu penyerbukan, akan lebih aman jika disiramkan.
h.Pengairan Dan Penyiraman
Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering.
i.Pengelolaan Hama Dan Penyakit
1. Aphis glycine
Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus). Menyerang pada awal pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong. Gejala: layu, pertumbuhannya terhambat. Pengendalian: (1) Jangan tanam tanaman inang seperti: terung-terungan, kapas-kapasan atau kacang-kacangan; (2) buang bagian tanaman terserang dan bakar, (3) gunakan musuh alami (predator maupun parasit); (4) semprot Natural BVR atau PESTONA dilakukan pada permukaan daun bagian bawah.


2. Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa) 
Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Gejala: larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh tanaman. Pengendalian: penyemprotan PESTONA
3. Ulat polong (Ettiela zinchenella)
Gejala: pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya. Pengendalian : (1) tanam tepat waktu.
4. Kepik polong (Riptortis lincearis) Gejala: polong bercak-bercak hitam dan menjadi hampa.
5. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)
Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian : Saat benih ditanam, tanah diberi POC NASA, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu setelah benih menjadi kecambah dilakukan penyemprotan dengan PESTONA. Penyemprotan diulangi pada waktu kedelai berumur 1 bulan.
6. Kepik hijau (Nezara viridula)
Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong, memakan polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan. Gejala: polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit polong berbintik coklat.
7. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala : kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari rumpun lain. Pengendalian : (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan pada sore/malam hari (saat ulat menyerang tanaman) beberapa Natural VITURA.
8. Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas sp.)
Gejala : layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian : Varietas tahan layu, sanitasi kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian : Pemberian Natural GLIO
9. Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium Rolfsii)
Penyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan tanaman berjarak tanam pendek. Gejala : daun sedikit demi sedikit layu, menguning. Penularan melalui tanah dan irigasi. Pengendalian; tanam varietas tahan dan tebarkan Natural GLIO di awal
10. Anthracnose (Colletotrichum glycine )
Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi polong tua menjadi kerdil. Pengendalian : (1) perhatikan pola pergiliran tanam yang tepat; (2) Pencegahan di awal dengan Natural GLIO
11.Penyakit karat (Cendawan Phakospora phachyrizi)
Gejala: daun tampak bercak dan bintik coklat. Pengendalian: (1) cara menanam kedelai yang tahan terhadap penyakit; (2) semprotkan Natural GLIO + gula pasir
12. Busuk batang (Cendawan Phytium Sp)
Gejala : batang menguning kecoklat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati. Pengendalian : (1) memperbaiki drainase lahan; (2) Tebarkan Natural GLIO di awal
j.Panen Dan Pasca Panen
- Lakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul.
- Perlu diperhatikan, kedelai sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75 - 100 hari, sedangkan untuk benih umur 100 - 110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata.
- Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur.
- Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan.
C.    Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung
Di Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat produksi belum optimal.
 
a.Syarat Pertumbuhan
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl
b.Pedoman Teknis Budidaya
A. Syarat benih
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
B. Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
C. Pemupukan




Waktu 

Dosis Pupuk Makro (per ha) 




Dosis POC
NASA 

Urea (kg)

TSP (kg)

KCl (kg)

Perendaman benih
-
-
-

2 - 4 cc/ lt air

Pupuk dasar
120
80
25

20 - 40 tutup/tangki
( siram merata )

2 minggu
-
-
-

4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram)

Susulan I (3 minggu)
115
-
55


-

4 minggu
-
-
-

4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram )

Susulan II (6minggu)
115
-
-

4 - 8 tutup/tangki
( semprot/siram )

Catatan: Akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk). Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 m bedengan
D. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ): pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) : penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang).
E. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
2. Penyiangan Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembumbunan Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
4. Pengairan dan Penyiraman Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
F. Hama dan Penyakit
1. Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA.
b. Ulat Pemotong Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.
2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew) Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis, merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO
b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO
c. Penyakit karat (Rust) Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut) Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .
e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
G. Panen dan Pasca Panen 
1. Ciri dan Umur Panen Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis.
2. Cara Panen Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.
3. Pengupasan Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai, agar kadar air dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.
4. Pengeringan Pengeringan jagung dengan sinar matahari (+7-8 hari) hingga kadar air + 9% -11 % atau dengan mesin pengering.
5. Pemipilan Setelah kering dipipil dengan tangan atau alat pemipil jagung.
6. Penyortiran dan Penggolongan Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki (sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran untuk menghindari serangan jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan kualitas panenan.


D.    Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa
Menurunnya minat petani untuk membudidayakan komoditi kelapa sebenarnya merugikan secara nasional, karena tanaman kelapa mempunyai kesesuaian syarat tumbuh hampir di seluruh wilayah Indonesia.
 

a.Syarat Pertumbuhan
- Tanah yang ideal untuk penanaman kelapa adalah tanah berpasir , berabu gunung, dan tanah berliat. dengan pH tanah 5,2 hingga 8 dan mempunyai struktur remah sehingga perakaran dapat berkembang dengan baik.
- Sinar matahari banyak minimal 120 jam perbulan , jika kurang dari itu produksi buah akan rendah.
- Suhu yang paling cocok adalah 27ºC dengan variasi rata-rata 5-7 º C, suhu kurang dari 20º C tanaman kurang produktif.
- Curah hujan yang baik 1300-2300 mm/th. Kekeringan panjang menyebabkan produksi berkurang 50% , sedangkan kelembapan tinggi menyebabkan serangan penyakit jamur.
- Angin yang terlalu kencang terkadang merugikan tanaman yang terlalu tinggi terutama varietas dalam.
b.Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah yang diperlukan adalah pembuatan lobang tanam dengan ukuran 0,9m x 0,9m x 0,9m dengan penambahan pupuk kandang dan humus. Jarak tanam yang baik untuk jenis dalam yaitu 9 x 10 m dan jenis genjah 6 x 6 m.
c.Pembibitan
- Pilih buah yang bagus dan tua, rendam dengan larutan air + HORMONIK dengan dosis 1 tutup per l0 liter air selama 2 minggu, kemudian semaikan bibit di bedengan dan kedalaman sama dengan buah kelapa , timbun buah kelapa dengan letak horizontal dengan tebal timbunan 2/3 buah. Jarak antar bibit 25cm x 25 cm dan bibit akan berkecambah setelah 12-16 minggu, jika lebih dari 5 bulan tidak berkecambah dianggap mati/ bibit jelek. Rawat bibit di bedengan hingga umur 30 minggu atau berdaun 3 lembar. Lakukan penyiraman bila tanah kurang air.
- Bibit dipelihara dengan pemberian pupuk POC NASA hingga umur bibit kurang lebih 9 bulan dengan dosis 1-2 cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali. Jangan mengabaikan tindakan preventif perlindungan tanaman dari gangguan ternak atau dengan memasang pagar kayu.
Lakukan pemupukan sesuai dengan rekomendasi atau dengan mengacu pada tabel pemupukan berikut :
Umur Bibit (bulan)
Kebutuhan Pupuk (gr/tanman)
N (Urea/ZA)
P (TSP)
K (KCl/MOP)
Mg (Kies)
1
5/10
50
75
100
2
5/10
75
125
150
3
5/10
100
150
200
4
10/15
200
400
400
5
10/15
300
600
500
6
10/15
400
800
750
7
15/20
500
1000
1000
8
15/20
600
1250
2000
9
15/20
700
1500
2500

Pospat diberikan 2 minggu sebelum pupuk lain dan dicampur rata dengan tanah
Catatan : Akan lebih baik pembibitan diselingi / ditambah SUPERNASA 1-2 kali selang waktu 3-4 bulan sekali dengan dosis 1 botol untuk ± 400 bibit. 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap bibit.
d.Penanaman
Umur Tanaman
Dosis Pupuk (gr/pokok)
Urea
(TSP)
RP
KCl
Kies
Borak
Saat tanam
-
-
-
-
-
-
1 bln setelah tanam
100
100
100
100
100
100
2 tahun
- apl I
200
200
200
200
200
200
- apl II
200
200
200
200
200
200
3 tahun
- apl I
350
350
350
350
350
350
- apl II
350
350
350
350
350
350
4 tahun
- apl I
500
500
500
500
500
500
- apl II
500
500
500
500
500
500
5 tahun
- apl I
500
500
500
500
500
500
- apl II
500
500
500
500
500
500

Catatan :
- Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret - April)
- Kocorkan atau siram SUPERNASA dosis 1 sendok makan per 10 lt air per pohon setiap 3-6 bulan sekali
- Penyemprotan POC NASA 3 - 4 tutup + HORMONIK 1-2 tutup per tangki setiap 2-4 minggu sekali


e.Pengendalian Hama Penyakit 
1. Golongan Coleoptera Hama golongan ini yang paling banyak menyerang adalah Oryctes rhinoceros . Cara mengendalikan dengan membuat trap/ jebakan berupa kotak-kotak yang diisi sampah dan secara preventif dikendalikan dengan pemberian Natural BVR atau jika sudah menjadi uret dengan PESTONA, atau dengan menggunakan musuh alaminya yaitu tikus, tupai, ayam , bebek , dan burung hantu.
2. Golongan Lepidoptera Species yang sering menyerang adalah Tiratabha rufivena yang larvarnya memakan bunga kelapa, dan Acritocera negligens yang mengebor tangkai bunga yang belum membuka dan memakan isinya. Pengendaliannya dengan menggunakan PENTANA + AERO 810 ataupun Natural BVR sifatnya yang cepat berpindah maka pengendaliannya harus secara merata untuk pencegahan .
3. Golongan Hemiptera Jenis yang menghisap cairan daun sehingga daun mati adalah jenis homoptera (Gareng pong= Jawa). Jenis lain yang menghisap cairan buah adalah Heteroptera, sehingga buah menjadi rontok sebelum matang. Pencegahan dengan PENTANA+AERO 810 dan PESTONA secara bergantian.
4. Penyakit yang juga mungkin menyerang adalah: Busuk tunas atau pucuk yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora dan penyakit Lingkar merah pada daun yang disebabkan cacing / belut tanah Rhadinaphelencus cocophilus. Kedua macam penyakit ini hanya dengan eradikasi atau pemusnahan tanaman yang terkena serangan.
Catatan :Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki
f.Pemanenan
- Untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9 - 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging buahnya yang lunak.
- Panen buah kelapa dilakukan menurut kebutuhannya. Jika kelapa yang diinginkan dalam keadaan kelapa masih muda kira-kira umur buah 7 -8 bulan dari bunganya. Jika ingin mengambil buah tua untuk santan atau kopra dipanen di saat umur sudah mencapai 12-14 bulan dari berbunga atau jika sudah tidak lagi terdengar suara air di dalam buahnya.
g.Pasca Penen
Pengolahan buah kelapa yang tua pada akhir-akhir ini mulai mengarah pada pemanfaatan minyak kelapa murni atau virgin coconut oil yang mampu meningkatkan nilai jual dari produk kelapa, ataupun masih dalam bentuk nira ( legen =Jawa) untuk keperluan industri gula kelapa, nata de coco, asam cuka, produk minuman dan substrat,serta alkohol yang juga mampu meningkatkan nilai jual dari produk kelapa.
- Gula kelapa :kandungan sukrosa yang dominan di antara kandungan bahan kimia non air lainnya menjadikan nira sebagai sumber gula yang sangat potensil.
- Nata de coco : Adalah bahan olahan nira kelapa berbentuk gel, tekstur kenyal seperti kolang kaling, yang proses fermentasinya dibantu oleh mikrorganisme Acetobacter xylium.
- Asam cuka : dikenal sebagai penegas rasa, warna dan juga sebagai bahan pengawet karena membatasi pertumbuhan bakteri.
- Produk minuman: Dapat dibuat minuman segar non alcohol maupun alkohol dalam kadar rendah(tuak) ataupun dalam kadar tinggi (arak).
- Substrat :Yaitu bahan nutrient yang dipergunakan untuk menumbuhkan mikroba. Substrat ini sangat diperlukan bagi pekerjaan di lab bioteknologi.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan untuk tanaman mangga, kedelai, jagung dan kelapa mengalami proses cara pengolahan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan oleh jenis dari tanaman tersebut, selain dari jenis tanaman, banyak sekali faktor-faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman tersebut, jadi untuk meningkatkan hasil dari produktivitas tanaman sangat diperlukan proses penyesuaian lahan bagi tanaman.
B.     Saran
Setelah membaca isi dari makalah diatas maka hendaklah kita untuk memperhatikan, merawat lahan yang kita miliki dan menyesuaikan jenis dari tanah dengan tanaman yang akan ditanam, karena dengan memperhatikan hal tersebut, selain member manfaat bagi lahan juga dapat meningkatkan produktivitas pada tanaman. 









DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. KLH-UNDP. Jakarta.
Anonimus. 2004. Profil Kehutanan Kabupaten Lebong. Dinas Kehutanan Lebong. Bengkulu.
Armanto, M. E. dan E. Wildayana. 1998. Analisis permasalahan kebakaran hutan dan lahan dalam pembangunan pertanian dalam arti luas. Lingkungan dan Pembangunan 18 (4): 304-318.
Rahmi, D. H. dan B. Setiawan. 1999. Perancangan Kota Ekologi. Dikti, P & K. Jakarta.
Soedradjat, R. 1999. Lingkungan Hidup, Suatu Pengantar. Dikti, P & K. Jakarta.
Soemarwoto, O. 1991. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Gramedia Pustaka Utma. Jakarta.
Trihardi, B. 1997. Berbagai kegiatan yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai di Propinsi Bengkulu: Penentuan titik-titik monitoring. Universitas Bengkulu. Bengkulu.